4.24.2013

Posted by Unknown
No comments | 2:42:00 PM

Ketika Kusni Kasdut dihukum mati, di Jakarta muncul kelompok orang berkaus dengan tulisan “Hapus Hukuman Mati”. Mereka menyebut hukuman mati sebagai tindakan membalas dendam “yang meruntuhkan nilai – nilai kemanusiaan”, merampas hak paling dasar, dan meniadakan kemungkinan bertobat. Proses persuasi sudah dimulai. Berbagai reaksi timbul. Seorang pengacara mendukung gerakan ini dengan alasan: hukuman mati adalah pembunuhan yang dilegalisasi dan menurut hukum filsafat modern, pemidanaan tidak untuk membalas dendam, tapi untuk mendidik dan memperbaiki manusia yang rusak. Seorang tokoh Islam menentangnya. Hukuman mati, katanya dibenarkan oleh Islam bagi kejahatan mencabut nyawa sesamanya – bila keluarga korban tidak memaafkannya. Ancaman hukuman yang keras tak lain demi terpeliharanya ketertiban masyarakat. seorang rohaniawan Katolik lain lagi komentarnya, “Gereja Katolik menentang hukuman mati. Tidak sesuai dengan martabat manusia dan semangat Injil”. Akan tetapi, apa kata tukang becak? “itu bukan urusan saya, lebih penting urusan perut.” (Tempo, 16 Februari 1980).
Peristiwa di atas mengungkapkan bagaimana stimulus yang dalam hal ini, pesan komunikasi “Hapuskan Hukuman mati” – telah melahirkan tanggapan yang beraneka ragam. Walaupun peristiwanya sama, orang akan menanggapinya berbeda – beda, sesuai dengan keadaan dirinya. Secara psikologis kita dapat mengatakan bahwa setiap orang mempersepsi stimuli sesuai dengan karakteristik personalnya. Dalam pembahasan mengenai sistem komunikasi intrapersonal akan diuraikan bagaimana orang menerima informasi, mengolahnya, menyimpannya, dan menghasilkannya kembali. Proses pengolahan informasi, yang di sini kita sebut komunikasi intrapersonal, meliputi sensasi, persepsi, memori dan berpikir.

1.      Sensasi
Tahap paling awal dalam penerimaan informasi ialah sensasi. Sensasi berasal dari kata “sense”, artinya alat pengindraan, yang menghubungkan organisme dengan lingkungannya. “Bila alat – alat indera mengubah informasi menjadi impuls – impuls saraf – dengan bahasa yang dipahami otak, maka terjadilah proses sensasi” kata Denis Coon (1977: 79). Menurut Benyamin B. Wolman (1973: 3443) sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indra.
Apapun definisi sensai, fungsi alat indra dalam menerima informasi dari lingkungan sangat penting. Melalui alat indra, manusia dapat memahami kualitas fisik lingkungannya. Lebih dari itu, melalui alat inderalah manusia memperoleh pengetahuan dan semua kemampuan untuk berinteraksi dengan dunianya. Tanpa alat indra manusia sama, bahkan mungkin lebih dari rumput – rumputan, karena rumput dapat juga mengindra cahaya dan humiditas (Lefrancois: 1974: 39).
Kita mengenal lima alat indera atau pancaindera. Psikologi menyebut sembilan (bahkan ada yang menyebut sebelas) alat indera: penglihatan, kinestesis, vestibular, perabaan, temperatur, rasa sakit, perasa dan penciuman. Kita dapat mengelompokkannya pada tiga macam indra penerima, sesuai dengan sumber informasi. Sumber informasi boleh berasal dari dunia luar (eksternal) atau dari dalam diri individu sendiri (internal). Informasi dari luar diindra oleh eksteroseptor. Informasi dari dalam diindra oleh interoseptor. Selain itu, gerakan tubuh kita sendiri diindra oleh proprioseptor (misalnya organ vestibular).
Apa saja yang menyentuh alat indra –dari dalam dan dari luar – disebut stimuli. Saat ini Anda sedang membaca tulisan ini (stimuli eksternal), padahal pikiran Anda sedang diganggu oleh perjanjian utang yang habis waktu hari ini (stimuli internal). Anda serentak menerima dua macam stimulus. Alat penerima Anda segera mengubah stimulus ini menjadi energi saraf untuk disampaikan ke otak melalui proses transduksi. Agar dapat diterima pada alat indra Anda, stimuli harus cukup kuat. Batas minimal intensitas stimuli disebut ambang mutlak (absolute threshold). Ketajaman sensasi juga ditentukan oleh faktor-faktor personal. Perbedaan dapat disebabakan oleh perbedaan pengalaman atau lingkungan budaya, di samping kapasitas alat indra yang berbeda. Sebagaimana kacamata menunjukkan berbagai ukuran, seperti itu pula alat indera yang lain. Perbedaan kapasitas alat indera menyebabkan perbedaan dalam memilih pekerjaan atau jodoh, mendengarkan musik, atau memutar radio. Yang jelas sekali, sensasi memengaruhi persepsi. Lalu, apa yang disebut persepsi?

2.       Persepsi
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli indrawi. Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi indrawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori (Desiderato, 1976:129). Persepsi seperti juga sensasi, ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. David Krech dan S. Crtuchfield menyebutnya faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor lainnya yang sangat mempengaruhi persepsi:

a.       Perhatian (Attention)
Perhatian adalah proses mental stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah, menurut Kenneth E. Andersen. Perhatian terjadi bila kita mengkonsentrasikan diri pada salah satu alat indra kita, dan mengesampingkan masukan-masukan melalui alat indra yang lain.
Faktor Eksternal Penarik Perhatian
Apa yang kita perhatikan ditentukan oleh faktor-faktor situasional dan personal. Faktor situasional terkadang disebut sebagai determinan perhatian yang bersifat eksternal atau penarik perhatian (attention getter). Stimuli diperhatikan karena mempunyai sifat-sifat yang menonjol, antara lain:
1.      Gerakan. Seperti organisme yang lain, manusia secara visual tertarik pada objek-objek yang bergerak.
2.      Intensitas Stimuli. Kita akan memperhatikan stimuli yang lebih menonjol dari stimuli yang lain.
3.      Kebaruan (Novelty). Hal-hal yang baru, yang luar biasa, yang berbeda, akan menarik perhatian.
4.      Perulangan. Hal-hal yang disajikan berkali-kali, bila disertai dengan sedikit variasi, akan menarik perhatian.
Faktor Internal Penaruh Perhatian
Beberapa contoh ontoh faktor yang mempengaruhi perhatian kita yaitu:
1.      Faktor- faktor Biologis. Misalnya dalam keadaan lapar semua pusat perhatiannya adalah makanan.
2.      Faktor-faktor Sosiopsikologis. Seperti motif sosiogenesis, sikap, kebiasaan, dan kemauan, mempengaruhi apa yang kita perhatikan.
Kenneth E. Anderson menyimpulkan dalil-dalil tentang perhatian selektif yang harus diperhatikan oleh ahli-ahli komunikasi.
1.      Perhatian itu merupakan proses yang aktif dan dinamis, bukan pasif dan refleksif.
2.      Kita cenderung memperhatikan hal-hal tertentu yang penting, menonjol, atau melibatkan diri kita.
3.      Kita menaruh perhatian kepada hal-hal tertentu sesuai dengan kepercayaan, sikap, nilai, kebiasaan, dan kepentingan kita.
4.      Kebiasaan sangat penting dalam menentukan apa yang menarik perhatian.
5.      Dalam situasi tertentu kita secara sengaja menstrukturkan perilaku kita untuk menghindari terapan stimuli tertentu yang ingin kita abaikan.
6.      Konsentrasi yang sangat kuat mendistorsi persepsi kita.
7.      Perhatian tergantung pada kesiapan mental kita.
8.      Tenaga-tenaga motivasional sanngat penting dalam menentukan perhatian dan persepsi.
9.      Intensitas perhatian tidak konstan.
10.  Dalam hal stimuli yang menerima perhatian, perhatian juga tidak konstan.
11.  Usaha untuk mencurahkan perhatian sering tidak menguntungkan.
12.  Kita mampu menaruh perhatian pada berbagai stimuli sacara serentak.
13.  Perubahan atau variasi sangat penting dalam menarik dan memeperhatikan perhatian.

b.      Faktor-Faktor Fungsional yang Menentukan Persepsi
Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karekteristik orang yang memberikan respons pada stimuli itu. Krech dan Crutchfield merumuskan dalil Persepsi bersifat selektif secara fungsional. Dalil ini berarti bahwa objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi.
Kerangka Rujukan (Frame of Reference)
Faktor-faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi lazim disebut sebagai kerangka rujukan. Dalam kegiatan komunikasi, kerangka rujukan mempengaruhi bagaimana orang memberi makna pada pesan yang diterimanya. Menurut McDavid dan Harari, para psikolog menganggap konsep kerangka rujukan ini amat berguna untuk menganalisis interpretasi perseptual dari peristiwa yang dialami.

c.       Faktor-Faktor Struktural yang Menentukan Persepsi
Krech dan Crutchfield merumuskan dalilnya lagi yang kedua, yaitu Medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya walaupun stimuli yang kita terima itu tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interpretasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang kita persepsi. Dalil ketiga dari Krech dan Crutchfield adalah Sifat-sifat perseptual dan kognitif dari substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Jika individu dianggap sebagai anggota kelompok, semua sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya, dengan efek yang berupa asimilasi atau kontras. Karena manusia selalu memandang stimuli dalam konteksnya, dalam strukturnya, maka ia pun akan mencoba mencari struktur pada rangkaian stimuli. Struktur ini diperoleh dengan jalan mengelompokkan berdasarkan kedekatan atau persamaan. Prinsip kedekatan menyatakan bahwa stimuli yang berdekatan satu sama lain akan dianggap satu kelompok. Dalil keempat dari Krech dan Crutchfield adalah Objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama. Dalil ini umumnya betul-betul bersifat struktural dalam mengelompokkan objek-objek fisik, seperti titik, garis, atau balok. Pada persepsi sosial, pengelompokkan tidak murni struktural; sebab apa yang dianggap sama atau berdekatan oleh seorang individu, tidaklah dianggap sama atau berdekatan oleh individu yang lain. Kebudayaan juga berperan dalam melihat kesamaan. Pengelompokkan kultural erat kaitannya dengan label; dan yang kita beri label yang sama cenderung dipersepsi sama. Dalam komunikasi, dalil kesamaan dan kedekatan ini sering dipakai oleh komunikator untuk meningkatkan kredibilitasnya. Jadi, kedekatan dalam ruang dan waktu menyebabkan stimuli ditanggapi sebagai bagian dari stuktur yang sama. Sering terjadi hal-hal yang berdekatan juga dianggap berkaitan atau mempunyai hubungan sebab dan akibat.

3.      Memori
Dalam komunikasi intrapersonal, memori memgang peranan yang sangat penting dalam memengaruhi baik persepsi (dengan menyediakan kerangka rujukan) maupun berpikir. Mempelajari memori membawa kita pada psikologi kognitif, terutama sekali, pada model manusia sebagai pengolah informasi. Robert T. Craig (1979) bahkan meminta ahli komunikasi agar mendalami psikologi kognitif dalam upaya menemukan cara – cara baru dalam menganalisis pesan dan mengolah pesan.
Lalu, apakah memori itu? Menurut Schlessinger dan Groves (1976: 352) memori adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya. Secara singkat, memori melewati tiga proses yaitu perekaman, penyimpanan, dan pemanggilan. Perekaman (encoding) adalah pencatatan informasi melalui reseptor indera dan sirkit saraf internal. Penyimpana (storage), proses yang kedua, adalah menentukan berapa lama informasi itu berada beserta kita, dalam bentuk apa dan dimana. Penyimpanan bisa aktif atau pasif. Kita menyimpan secara aktif, bila kita menambahkan informasi tambahan. Kita mengisi informasi yang tidak lengkap dengan kesimpulan kita sendiri (inilah yang menyebabkan desas – desus menyebar lebih banyak dari volume asal). Mungkin secara pasif terjadi tanpa penambahan. Pemanggilan (retrieval), dalam bahasa sehari – hari, mengingat lagi, adalah menggunakan informasi yang disimpan (Mussen dan Rosenzweig, 1973: 449).

3.1  Jenis – jenis memori
Kita tidak menyadari pekerjaan memori pada dua tahap yang pertama. Kita hanya mengetahui memori pada tahap ketiga: pemanggilan kembali. Pemanggilan diketahui dengan empat cara:
1.      Pengingatan (Recall). Pengingatan adalah proses aktif untuk menghasilkan kembali fakta dan informasi secara verbatim (kata demi kata), tanpa petunjuk yang jelas
2.      Pengenalan (Recognition). Agak sukar untuk mengingat kembali sejumlah fakta; lebih mudah mengenalnya kembali.
3.      Belajar Lagi (Learning) adalah menguasai kembali pelajaran yang sudah pernah kita peroleh termasuk pekerjaan memori.
4.      Redintegrasi (Redintegration) adalah merekonstruksi seluruh masa lalu dari satu petunjuk memori kecil.

3.2  Mekanisme memori
Sudah lama orang ingin mengetahui bagaimana cara kerja memori. Secara praktis, orang ingin mencari cara – cara untuk mengefektifkan pekerjaan memori. Bukankah bila memori kita handal, kita dapat menggunakannya sebagai arsip yang murah, praktis, efisien, dan portabel (mudah dibawa)? Namun, memori kita sering tidak berfungsi; kita sering lupa.. Untuk mengetahui pekerjaan memori, kita harus menjawab mengapa orang lupa. Jawabannya menjelaskan mengapa orang ingat. Ada tiga teori yang menjelaskan memori yaitu teori aus, teori interferensi, dan teori pengolahan informasi.
1.      Teori Aus (Disuse Theory).
Menurut teori ini, memori hilang atau memudar karena waktu. Sperti otot memori kita akan kuat, bila diatih terus-menerus. Sejak zaman Yunani sampai sekarang, masih banyak orang yang beranggapan bahwa tugas guru adalah melatih ingatan muridnya. Selama sekolah, orang hanya belajar mengingat. William James, juga Benton J. Underwood membuktikan eksperimen, bahwa “the more memorizing one does, the poorer one’s ability to memorize” – makin sering mengingat makin jelek kemampuan mengingat (Hunt, 1982: 94). Lagi pula, tidak selalu waktu yang mengauskan memori. Sering terjadi, kita masih ingat peristiwa puluhan tahun yang lalu, tetapi lupa kejadian seminggu yang lalu.
2.      Teori Interferensi (Interference Theory).
     Menurut teori ini, memori merupakan meja lilin atau kanvas. Pengalaman adalah lukisan pada meja lilin atau kanvas itu. Interferensi adalah menyebabkan terhapusnya rekaman yang pertama atau mengaburkannya. Terjadinya pengurangan memori disebut inhibisi retroaktif (hambatan ke belakang). Lebih sering mengingat, lebih jelek daya ingat kita, ini disebut inhibisi proaktif ( hambatan ke depan). Masih ada satu hambatan lagi – walaupun tidak tepat masuk teori interfernsi. Ini disebut hambatan motivasional. Amnesia adalah lupa sebagian atau seluruh memori bisa terjadi karena gangguan fisik atau psikologi; karena kerusakan otak atau neurosis.
3.      Teori Pengolahan Informasi (Information Processing Theory).
     Teori ini menyatakan bahwa informasi mula-mula disimpan pada sensory storage, kemuadian masuk short-term memory (STM); lalu dilupakan atau dikoding untuk dimasukkan ke dalam long-term memory (LTM). Sensory storage lebih merupakan perseptual dari pada memoeri. Ada dua macam memori: memori ikonis untuk materi yang kita peroleh secara visual, dan memori ekosis untuk materi yang masuk secara auditif.
     Untuk mengingatkan kemampuan short-term memory kelompoknya disebut chunk. Bila informasi ini berhasil dipertahankan pada STM, ia akan masuk LTM. Inilah yang umumnya kita kenal sebagai ingatan. LTM meliputi periode penyimpanan informasi sejak semenit sampai seumur hidup. Seperti disebut di atas, kita dapat memasukkan informasi dari STM ke LTM dengan chunking, rehearsals (mengaktifkan STM untuk waktu yang lama dengan mengulang-ngulangnya), clustering (mengelompokkan dalam konsep-konsep), method of loci (memvisualisasikan dalam benak kita materi yang harus kita ingat).

4.      Berpikir
4.1  Apakah Berpikir Itu?
Proses keempat yang memengaruhi penafsiran kita terhadap stimulus adalah berpikir. Dalam berpikir kita melibatkan semua proses yang kita sebut di muka: sensai, persepsi, dan memori. Menurut Floyd L. Ruch dalam bukunya yang klasik, Psychology and Life (1976) mengatakan bahwa berpikir adalah manipulasi atau organisasi unsur-unsur lingkungan dengan menggunakan lambang-lambang sehinga tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak. Sedangkan menurut Paul Mussen dan Mark R. Rosenweig “The term ‘thingking’ refers to many kind of activities that involve the manipulation of concepts and symbols, representations of objects adn events” (1973:410). Jadi, berpikir menunjukkan berbagai kegiatan yang melibatkan penggunaan konsep dan lambang, sebagai pengganti obyek dan peristiwa. Jelas berpikir melibatkan penggunaan lambang, visual, atau grafis. Berpikir kita lakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan, memecahkan persoalan, dan menghasilkan yang baru.

4.2.Bagaimana Orang Berpikir?
Secara garis besar ada dua macam berpikir, yang pertama berpikir autisik yaitu melarikan diri dari kenyataan, dan melihat hidup sebagai gambar-gambar fantasis, seperti melamun, fantasi, menghayal, wishful thingking. Yang kedua berpikir realistik ialah berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata. Menurut Floyd L. Ruch menyebut tiga macam berpikir realistik, yaitu deduktif, induktif, evaluatif. Berpikir deduktif adalah mengambil kesimpulan dari dua pernyataan; yang pertama merupakan pernyataan umum disebut silogisme. Berpikir induktif sebaliknya, dimulai dari hal-hal khusus dan kemudian mengambil kesimpulan umum; kita melakukan generalisasi. Berpikir evaluatif ialah berpikir kritis, menilai baik-buruknya, tepat atau tidaknya suatu gagasan.

4.3.Menetapkan Keputusan
Salah satu fungsi berpikir adalah menetapkan keputusan. Sepanjang hidup kita harus menetapkan keputusan. Sebagian dari keputusan itu ada yang menentukan hidup kita dan keputusan yang kita ambil sangat beragam. Akan tetapi, ada tanda-tanda umum pengambilan keputusan: (1) keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha intelektual; (2) keputusan selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternatif; (3) keputusan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaannya boleh ditangguhkan atau dilupakan. Faktor personal amat menentukan apa yang diputuskan, antara lain: (1) kognisi artinya kulitas dan kuantitas yang dimiliki; (2) motif, sangat mempengaruhi pengambilan keputusan; (3) sikap juga faktor penentu lainnya.

4.4.Memecahkan Persoalan
Proses memecahkan persoalan berlangsung melalui lima tahap:
1.      Terjadi peristiwa ketika perilaku yang biasa dihambat karena sebab-sebab tertentu.
2.      Anda mencoba menggali memori Anda unuk mengetahui cara-cara apa saja yang efektif pada masa yang lalu.
3.      Pada tahap ini Anda mencoba seluruh kemungkinan pemecahan yang pernah Anda ingat atau yang dapat Anda pikirkan. Semua Anda coba, ini disebut penyelesain mekanis
4.      Anda mulai menggunakan lambang-lambang verbal atau grafis untuk mengatasi masalah.
5.      Tiba-tiba terlintas dalam pikiran Anda suatu pemecahan. Kilasan pemecahan masalah ini disebut Aha Erlebnis atau insight solution.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pemecahan Masalah
 Beberapa penelitian membuktikan faktor – faktor biologis dan sosiopsikologis berpengaruh terhadap proses pemecahan masalah. Faktor biologis misalnya seseorang yang kurang tidur mengalami penurunan kemampuan berpikir; begitu pula bila ia lelah. Sedangkan faktor – faktor sosiopsikologis yang berpengaruh terhadap proses pemecahan masalah diantaranya:
1.      Motivasi. Motivasi yag rendah mengalahkan perhatian. Motivasi yang tinggi membatasi fleksibilitas.
2.      Kepercayaan dan sikap yang salah. Asumsi yang salah dapat menyesatkan kita.
3.      Kebiasaan. Kecenderungan untuk mempertahankan pola berpikir tertentu, atau melihat masalah hanya dari satu sisi saja, atau kepercayaan yang berlebihan dan tanpa kritis pada pendapat otoritas, menghambat pemecahan masalah yang efisien.
4.      Emosi. Dalam menghadapi berbagai situasi, kita tanpa sadar sering terlibat secara emosional. Emosi mewarnai cara berpikir kita.

4.5.Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif harus memenuhi tiga syarat. Pertama, kreativitas melibatkan respons atau gagasan yang baru, atau yang secara statistik sangat jarang terjadi. Tetapi kebaruan saja tidak cukup. Syarat kedua kreativitas ialah dapat memecahkan persoalan secara realistis. Ketiga kreativitas merupakan usaha untuk mempertahankan insight yang orisinal, menilai dan mengembangkannya sebaik mungkin. Guilford membedakan antara berpikir kreatif dan tak kreatif dengan konsep berpikir konvergen dan divergen. Berpikir konvergen erat kaitannya dengan kecerdasan; divergen, dengan kreativitas. Berpikir divergen dapat juga diukur dengan fluency, flexibility, dan originality. George Lakoff dan Mark Johnson menjelaskan bagaimana pemikiran kreatif ini berhasil memperluas cakrawala pemiiran. Berpikir kreatif adalah berpikir analogis-metaforis.
Proses Berpikir Kreatif
Para psikolog menyebutkan lima tahap berpikir kreatif yaitu:
1.      Orientasi: masalah dirumuskan, dan aspek-aspek masalah diidentifikasikan.
2.      Preparasi: pikiran berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan dengan masalah.
3.      Inkubasi: pikiran beristirahat sebentar, ketika berbagai pemecahan berhadapan dengan jalan buntu. Pada tahap ini, proses pemecahan masalah berjalan terus dalam jiwa bawah sadar kita.
4.      Iluminasi: masa inkubasi berakhir ketika pemikir memperoleh semacam ilham, serangkaian insight yang memecahkan masalah. Ini menimbulkan Aha Erlebnis.
5.      Verifikasi: tahap terakhir untuk menguji dan secara kritis menilai pemecahan masalah yang diajukan pada tahap keempat.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif tumbuh subur bila ditunjang oleh faktor personal dan situasional. Ada beberapa faktor yang secara umum menandai orang-orang kreatif:
1.      Kemampuan kognitif: termasuk di sini kecerdasan di atas rata-rata, kemampuan melahirkan gagasan-gagasan baru yang berlainan, dan fleksibilitas kognitif.
2.      Sikap yang terbuka: orang kreatif mempersiapkan dirinya menerima stimuli internal dan eksternal; ia memiliki minat yang beragam dan luas.
3.      Sikap yang bebas, otonom, dan percaya pada diri sendiri. Orang kreatif tidak suka ‘digiring’; ingin menyampaikan dirinya semau dan semampunya; ia tidak terikat pada konvensi-konvensi sosial.
Selain faktor-faktor lingkungan psikososial, beberapa peneliti menunjukkan juga adanya faktor-faktor situasional lainnya. Maltzman (1960) menunjukkan faktor peneguhan dari lingkungan; Dutton (1970) menyebut, antara lain, tersedianya hal-hal istimewa bagi manusia kreatif; dan Silvano Arieti menekankan faktor isolasi dalam menumbuhkan kreativitas.




Daftar Pustaka
Rakhmat, Djalaluddin. 2011. Psikologi Komunikasi. PT Remaja Rosdakarya: Bandung.
           

0 komentar:

Posting Komentar