Ketika
Kusni Kasdut dihukum mati, di Jakarta muncul kelompok orang berkaus dengan
tulisan “Hapus Hukuman Mati”. Mereka menyebut hukuman mati sebagai tindakan
membalas dendam “yang meruntuhkan nilai – nilai kemanusiaan”, merampas hak
paling dasar, dan meniadakan kemungkinan bertobat. Proses persuasi sudah
dimulai. Berbagai reaksi timbul. Seorang pengacara mendukung gerakan ini dengan
alasan: hukuman mati adalah pembunuhan yang dilegalisasi dan menurut hukum
filsafat modern, pemidanaan tidak untuk membalas dendam, tapi untuk mendidik
dan memperbaiki manusia yang rusak. Seorang tokoh Islam menentangnya. Hukuman
mati, katanya dibenarkan oleh Islam bagi kejahatan mencabut nyawa sesamanya –
bila keluarga korban tidak memaafkannya. Ancaman hukuman yang keras tak lain
demi terpeliharanya ketertiban masyarakat. seorang rohaniawan Katolik lain lagi
komentarnya, “Gereja Katolik menentang hukuman mati. Tidak sesuai dengan
martabat manusia dan semangat Injil”. Akan tetapi, apa kata tukang becak? “itu
bukan urusan saya, lebih penting urusan perut.” (Tempo, 16 Februari 1980).
Peristiwa
di atas mengungkapkan bagaimana stimulus yang dalam hal ini, pesan komunikasi
“Hapuskan Hukuman mati” – telah melahirkan tanggapan yang beraneka ragam.
Walaupun peristiwanya sama, orang akan menanggapinya berbeda – beda, sesuai
dengan keadaan dirinya. Secara psikologis kita dapat mengatakan bahwa setiap
orang mempersepsi stimuli sesuai dengan karakteristik personalnya. Dalam
pembahasan mengenai sistem komunikasi intrapersonal akan diuraikan bagaimana
orang menerima informasi, mengolahnya, menyimpannya, dan menghasilkannya
kembali. Proses pengolahan informasi, yang di sini kita sebut komunikasi
intrapersonal, meliputi sensasi, persepsi, memori dan berpikir.
1.
Sensasi
Tahap
paling awal dalam penerimaan informasi ialah sensasi. Sensasi berasal dari kata
“sense”, artinya alat pengindraan,
yang menghubungkan organisme dengan lingkungannya. “Bila alat – alat indera
mengubah informasi menjadi impuls – impuls saraf – dengan bahasa yang dipahami
otak, maka terjadilah proses sensasi” kata Denis Coon (1977: 79). Menurut Benyamin
B. Wolman (1973: 3443) sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang
tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual, dan terutama
sekali berhubungan dengan kegiatan alat indra.
Apapun
definisi sensai, fungsi alat indra dalam menerima informasi dari lingkungan
sangat penting. Melalui alat indra, manusia dapat memahami kualitas fisik
lingkungannya. Lebih dari itu, melalui alat inderalah manusia memperoleh pengetahuan
dan semua kemampuan untuk berinteraksi dengan dunianya. Tanpa alat indra
manusia sama, bahkan mungkin lebih dari rumput – rumputan, karena rumput dapat
juga mengindra cahaya dan humiditas (Lefrancois: 1974: 39).
Kita
mengenal lima alat indera atau pancaindera. Psikologi menyebut sembilan (bahkan
ada yang menyebut sebelas) alat indera: penglihatan, kinestesis, vestibular,
perabaan, temperatur, rasa sakit, perasa dan penciuman. Kita dapat
mengelompokkannya pada tiga macam indra penerima, sesuai dengan sumber
informasi. Sumber informasi boleh berasal dari dunia luar (eksternal) atau dari
dalam diri individu sendiri (internal). Informasi dari luar diindra oleh
eksteroseptor. Informasi dari dalam diindra oleh interoseptor. Selain itu,
gerakan tubuh kita sendiri diindra oleh proprioseptor (misalnya organ
vestibular).
Apa saja yang menyentuh alat indra
–dari dalam dan dari luar – disebut stimuli. Saat ini Anda sedang membaca
tulisan ini (stimuli eksternal), padahal pikiran Anda sedang diganggu oleh
perjanjian utang yang habis waktu hari ini (stimuli internal). Anda serentak
menerima dua macam stimulus. Alat penerima Anda segera mengubah stimulus ini
menjadi energi saraf untuk disampaikan ke otak melalui proses transduksi. Agar
dapat diterima pada alat indra Anda, stimuli harus cukup kuat. Batas minimal
intensitas stimuli disebut ambang mutlak (absolute
threshold). Ketajaman sensasi juga ditentukan oleh faktor-faktor personal.
Perbedaan dapat disebabakan oleh perbedaan pengalaman atau lingkungan budaya,
di samping kapasitas alat indra yang berbeda. Sebagaimana kacamata menunjukkan
berbagai ukuran, seperti itu pula alat indera yang lain. Perbedaan kapasitas
alat indera menyebabkan perbedaan dalam memilih pekerjaan atau jodoh,
mendengarkan musik, atau memutar radio. Yang jelas sekali, sensasi memengaruhi
persepsi. Lalu, apa yang disebut persepsi?
2.
Persepsi
Persepsi adalah
pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh
dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan
makna pada stimuli indrawi. Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas.
Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna
informasi indrawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi,
ekspektasi, motivasi, dan memori (Desiderato, 1976:129). Persepsi seperti juga
sensasi, ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. David Krech
dan S. Crtuchfield menyebutnya faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor
lainnya yang sangat mempengaruhi persepsi:
a. Perhatian
(Attention)
Perhatian adalah proses mental stimuli atau
rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya
melemah, menurut Kenneth E. Andersen. Perhatian terjadi bila kita
mengkonsentrasikan diri pada salah satu alat indra kita, dan mengesampingkan
masukan-masukan melalui alat indra yang lain.
Faktor
Eksternal Penarik Perhatian
Apa yang kita
perhatikan ditentukan oleh faktor-faktor situasional dan personal. Faktor
situasional terkadang disebut sebagai determinan perhatian yang bersifat
eksternal atau penarik perhatian (attention getter). Stimuli diperhatikan
karena mempunyai sifat-sifat yang menonjol, antara lain:
1. Gerakan.
Seperti organisme yang lain, manusia secara visual tertarik pada objek-objek
yang bergerak.
2. Intensitas
Stimuli. Kita akan memperhatikan stimuli yang lebih menonjol dari stimuli yang
lain.
3. Kebaruan
(Novelty). Hal-hal yang baru, yang
luar biasa, yang berbeda, akan menarik perhatian.
4. Perulangan.
Hal-hal yang disajikan berkali-kali, bila disertai dengan sedikit variasi, akan
menarik perhatian.
Faktor
Internal Penaruh Perhatian
Beberapa contoh ontoh
faktor yang mempengaruhi perhatian kita yaitu:
1. Faktor-
faktor Biologis. Misalnya dalam keadaan lapar semua pusat perhatiannya adalah
makanan.
2. Faktor-faktor
Sosiopsikologis. Seperti motif sosiogenesis, sikap, kebiasaan, dan kemauan,
mempengaruhi apa yang kita perhatikan.
Kenneth E. Anderson
menyimpulkan dalil-dalil tentang perhatian selektif yang harus diperhatikan
oleh ahli-ahli komunikasi.
1. Perhatian
itu merupakan proses yang aktif dan dinamis, bukan pasif dan refleksif.
2. Kita
cenderung memperhatikan hal-hal tertentu yang penting, menonjol, atau
melibatkan diri kita.
3. Kita
menaruh perhatian kepada hal-hal tertentu sesuai dengan kepercayaan, sikap,
nilai, kebiasaan, dan kepentingan kita.
4. Kebiasaan
sangat penting dalam menentukan apa yang menarik perhatian.
5. Dalam
situasi tertentu kita secara sengaja menstrukturkan perilaku kita untuk
menghindari terapan stimuli tertentu yang ingin kita abaikan.
6. Konsentrasi
yang sangat kuat mendistorsi persepsi kita.
7. Perhatian
tergantung pada kesiapan mental kita.
8. Tenaga-tenaga
motivasional sanngat penting dalam menentukan perhatian dan persepsi.
9. Intensitas
perhatian tidak konstan.
10. Dalam
hal stimuli yang menerima perhatian, perhatian juga tidak konstan.
11. Usaha
untuk mencurahkan perhatian sering tidak menguntungkan.
12. Kita
mampu menaruh perhatian pada berbagai stimuli sacara serentak.
13. Perubahan
atau variasi sangat penting dalam menarik dan memeperhatikan perhatian.
b. Faktor-Faktor
Fungsional yang Menentukan Persepsi
Faktor fungsional
berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa
yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan
jenis atau bentuk stimuli, tetapi karekteristik orang yang memberikan respons
pada stimuli itu. Krech dan Crutchfield merumuskan dalil Persepsi bersifat selektif
secara fungsional. Dalil ini berarti bahwa objek-objek yang mendapat tekanan
dalam persepsi kita biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang
melakukan persepsi.
Kerangka
Rujukan (Frame of Reference)
Faktor-faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi
lazim disebut sebagai kerangka rujukan. Dalam kegiatan komunikasi, kerangka
rujukan mempengaruhi bagaimana orang memberi makna pada pesan yang diterimanya.
Menurut McDavid dan Harari, para psikolog menganggap konsep kerangka rujukan
ini amat berguna untuk menganalisis interpretasi perseptual dari peristiwa yang
dialami.
c. Faktor-Faktor
Struktural yang Menentukan Persepsi
Krech dan Crutchfield merumuskan dalilnya lagi yang
kedua, yaitu Medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi
arti. Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya walaupun stimuli
yang kita terima itu tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interpretasi
yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang kita persepsi. Dalil ketiga dari
Krech dan Crutchfield adalah Sifat-sifat perseptual dan kognitif dari
substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara
keseluruhan. Jika individu dianggap sebagai anggota kelompok, semua sifat
individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan dipengaruhi oleh keanggotaan
kelompoknya, dengan efek yang berupa asimilasi atau kontras. Karena manusia
selalu memandang stimuli dalam konteksnya, dalam strukturnya, maka ia pun akan
mencoba mencari struktur pada rangkaian stimuli. Struktur ini diperoleh dengan jalan
mengelompokkan berdasarkan kedekatan atau persamaan. Prinsip kedekatan
menyatakan bahwa stimuli yang berdekatan satu sama lain akan dianggap satu
kelompok. Dalil keempat dari Krech dan Crutchfield adalah Objek atau peristiwa
yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung
ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama. Dalil ini umumnya
betul-betul bersifat struktural dalam mengelompokkan objek-objek fisik, seperti
titik, garis, atau balok. Pada persepsi sosial, pengelompokkan tidak murni
struktural; sebab apa yang dianggap sama atau berdekatan oleh seorang individu,
tidaklah dianggap sama atau berdekatan oleh individu yang lain. Kebudayaan juga
berperan dalam melihat kesamaan. Pengelompokkan kultural erat kaitannya dengan
label; dan yang kita beri label yang sama cenderung dipersepsi sama. Dalam
komunikasi, dalil kesamaan dan kedekatan ini sering dipakai oleh komunikator
untuk meningkatkan kredibilitasnya. Jadi, kedekatan dalam ruang dan waktu
menyebabkan stimuli ditanggapi sebagai bagian dari stuktur yang sama. Sering
terjadi hal-hal yang berdekatan juga dianggap berkaitan atau mempunyai hubungan
sebab dan akibat.
3.
Memori
Dalam
komunikasi intrapersonal, memori memgang peranan yang sangat penting dalam
memengaruhi baik persepsi (dengan menyediakan kerangka rujukan) maupun
berpikir. Mempelajari memori membawa kita pada psikologi kognitif, terutama
sekali, pada model manusia sebagai pengolah informasi. Robert T. Craig (1979)
bahkan meminta ahli komunikasi agar mendalami psikologi kognitif dalam upaya
menemukan cara – cara baru dalam menganalisis pesan dan mengolah pesan.
Lalu, apakah memori itu? Menurut
Schlessinger dan Groves (1976: 352) memori adalah sistem yang sangat
berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan
menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya. Secara singkat, memori
melewati tiga proses yaitu perekaman, penyimpanan, dan pemanggilan. Perekaman (encoding) adalah pencatatan informasi
melalui reseptor indera dan sirkit saraf internal. Penyimpana (storage), proses yang kedua, adalah
menentukan berapa lama informasi itu berada beserta kita, dalam bentuk apa dan
dimana. Penyimpanan bisa aktif atau pasif. Kita menyimpan secara aktif, bila
kita menambahkan informasi tambahan. Kita mengisi informasi yang tidak lengkap
dengan kesimpulan kita sendiri (inilah yang menyebabkan desas – desus menyebar
lebih banyak dari volume asal). Mungkin secara pasif terjadi tanpa penambahan.
Pemanggilan (retrieval), dalam bahasa
sehari – hari, mengingat lagi, adalah menggunakan informasi yang disimpan
(Mussen dan Rosenzweig, 1973: 449).
3.1 Jenis
– jenis memori
Kita tidak menyadari
pekerjaan memori pada dua tahap yang pertama. Kita hanya mengetahui memori pada
tahap ketiga: pemanggilan kembali. Pemanggilan diketahui dengan empat cara:
1. Pengingatan
(Recall). Pengingatan adalah proses
aktif untuk menghasilkan kembali fakta dan informasi secara verbatim (kata demi
kata), tanpa petunjuk yang jelas
2. Pengenalan
(Recognition). Agak sukar untuk
mengingat kembali sejumlah fakta; lebih mudah mengenalnya kembali.
3. Belajar
Lagi (Learning) adalah menguasai
kembali pelajaran yang sudah pernah kita peroleh termasuk pekerjaan memori.
4. Redintegrasi
(Redintegration) adalah
merekonstruksi seluruh masa lalu dari satu petunjuk memori kecil.
3.2 Mekanisme
memori
Sudah lama orang ingin mengetahui bagaimana cara
kerja memori. Secara praktis, orang ingin mencari cara – cara untuk
mengefektifkan pekerjaan memori. Bukankah bila memori kita handal, kita dapat
menggunakannya sebagai arsip yang murah, praktis, efisien, dan portabel (mudah
dibawa)? Namun, memori kita sering tidak berfungsi; kita sering lupa.. Untuk
mengetahui pekerjaan memori, kita harus menjawab mengapa orang lupa. Jawabannya
menjelaskan mengapa orang ingat. Ada tiga teori yang menjelaskan memori yaitu
teori aus, teori interferensi, dan teori pengolahan informasi.
1. Teori
Aus (Disuse Theory).
Menurut teori ini, memori hilang atau memudar karena
waktu. Sperti otot memori kita akan kuat, bila diatih terus-menerus. Sejak
zaman Yunani sampai sekarang, masih banyak orang yang beranggapan bahwa tugas
guru adalah melatih ingatan muridnya. Selama sekolah, orang hanya belajar
mengingat. William James, juga Benton J. Underwood membuktikan eksperimen,
bahwa “the more memorizing one does, the
poorer one’s ability to memorize” – makin sering mengingat makin jelek
kemampuan mengingat (Hunt, 1982: 94). Lagi pula, tidak selalu waktu yang
mengauskan memori. Sering terjadi, kita masih ingat peristiwa puluhan tahun
yang lalu, tetapi lupa kejadian seminggu yang lalu.
2. Teori
Interferensi (Interference Theory).
Menurut
teori ini, memori merupakan meja lilin atau kanvas. Pengalaman adalah lukisan
pada meja lilin atau kanvas itu. Interferensi adalah menyebabkan terhapusnya
rekaman yang pertama atau mengaburkannya. Terjadinya pengurangan memori disebut
inhibisi retroaktif (hambatan ke belakang). Lebih sering mengingat, lebih jelek
daya ingat kita, ini disebut inhibisi proaktif ( hambatan ke depan). Masih ada
satu hambatan lagi – walaupun tidak tepat masuk teori interfernsi. Ini disebut
hambatan motivasional. Amnesia adalah lupa sebagian atau seluruh memori bisa
terjadi karena gangguan fisik atau psikologi; karena kerusakan otak atau
neurosis.
3. Teori
Pengolahan Informasi (Information
Processing Theory).
Teori
ini menyatakan bahwa informasi mula-mula disimpan pada sensory storage,
kemuadian masuk short-term memory
(STM); lalu dilupakan atau dikoding untuk dimasukkan ke dalam long-term memory (LTM). Sensory storage
lebih merupakan perseptual dari pada memoeri. Ada dua macam memori: memori
ikonis untuk materi yang kita peroleh secara visual, dan memori ekosis untuk
materi yang masuk secara auditif.
Untuk
mengingatkan kemampuan short-term memory kelompoknya disebut chunk. Bila informasi ini berhasil
dipertahankan pada STM, ia akan masuk LTM. Inilah yang umumnya kita kenal
sebagai ingatan. LTM meliputi periode penyimpanan informasi sejak semenit
sampai seumur hidup. Seperti disebut di atas, kita dapat memasukkan informasi
dari STM ke LTM dengan chunking, rehearsals
(mengaktifkan STM untuk waktu yang lama dengan mengulang-ngulangnya), clustering (mengelompokkan dalam
konsep-konsep), method of loci
(memvisualisasikan dalam benak kita materi yang harus kita ingat).
4.
Berpikir
4.1 Apakah
Berpikir Itu?
Proses keempat yang memengaruhi penafsiran kita
terhadap stimulus adalah berpikir. Dalam berpikir kita melibatkan semua proses
yang kita sebut di muka: sensai, persepsi, dan memori. Menurut Floyd L. Ruch
dalam bukunya yang klasik, Psychology and
Life (1976) mengatakan bahwa berpikir adalah manipulasi atau organisasi
unsur-unsur lingkungan dengan menggunakan lambang-lambang sehinga tidak perlu
langsung melakukan kegiatan yang tampak. Sedangkan menurut Paul Mussen dan Mark
R. Rosenweig “The term ‘thingking’ refers
to many kind of activities that involve the manipulation of concepts and
symbols, representations of objects adn events” (1973:410). Jadi, berpikir
menunjukkan berbagai kegiatan yang melibatkan penggunaan konsep dan lambang,
sebagai pengganti obyek dan peristiwa. Jelas berpikir melibatkan penggunaan
lambang, visual, atau grafis. Berpikir kita lakukan untuk memahami realitas
dalam rangka mengambil keputusan, memecahkan persoalan, dan menghasilkan yang
baru.
4.2.Bagaimana
Orang Berpikir?
Secara garis besar ada dua macam berpikir, yang
pertama berpikir autisik yaitu melarikan diri dari kenyataan, dan melihat hidup
sebagai gambar-gambar fantasis, seperti melamun, fantasi, menghayal, wishful thingking. Yang kedua berpikir
realistik ialah berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata.
Menurut Floyd L. Ruch menyebut tiga macam berpikir realistik, yaitu deduktif,
induktif, evaluatif. Berpikir deduktif adalah mengambil kesimpulan dari dua
pernyataan; yang pertama merupakan pernyataan umum disebut silogisme. Berpikir
induktif sebaliknya, dimulai dari hal-hal khusus dan kemudian mengambil
kesimpulan umum; kita melakukan generalisasi. Berpikir evaluatif ialah berpikir
kritis, menilai baik-buruknya, tepat atau tidaknya suatu gagasan.
4.3.Menetapkan
Keputusan
Salah satu fungsi berpikir adalah menetapkan
keputusan. Sepanjang hidup kita harus menetapkan keputusan. Sebagian dari
keputusan itu ada yang menentukan hidup kita dan keputusan yang kita ambil
sangat beragam. Akan tetapi, ada tanda-tanda umum pengambilan keputusan: (1)
keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha intelektual; (2) keputusan
selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternatif; (3) keputusan selalu
melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaannya boleh ditangguhkan atau
dilupakan. Faktor personal amat menentukan apa yang diputuskan, antara lain:
(1) kognisi artinya kulitas dan kuantitas yang dimiliki; (2) motif, sangat
mempengaruhi pengambilan keputusan; (3) sikap juga faktor penentu lainnya.
4.4.Memecahkan
Persoalan
Proses memecahkan persoalan
berlangsung melalui lima tahap:
1. Terjadi
peristiwa ketika perilaku yang biasa dihambat karena sebab-sebab tertentu.
2. Anda
mencoba menggali memori Anda unuk mengetahui cara-cara apa saja yang efektif
pada masa yang lalu.
3. Pada
tahap ini Anda mencoba seluruh kemungkinan pemecahan yang pernah Anda ingat
atau yang dapat Anda pikirkan. Semua Anda coba, ini disebut penyelesain mekanis
4. Anda
mulai menggunakan lambang-lambang verbal atau grafis untuk mengatasi masalah.
5. Tiba-tiba
terlintas dalam pikiran Anda suatu pemecahan. Kilasan pemecahan masalah ini
disebut Aha Erlebnis atau insight solution.
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Proses Pemecahan Masalah
Beberapa penelitian membuktikan faktor –
faktor biologis dan sosiopsikologis berpengaruh terhadap proses pemecahan
masalah. Faktor biologis misalnya seseorang yang kurang tidur mengalami
penurunan kemampuan berpikir; begitu pula bila ia lelah. Sedangkan faktor –
faktor sosiopsikologis yang berpengaruh terhadap proses pemecahan masalah
diantaranya:
1. Motivasi.
Motivasi yag rendah mengalahkan perhatian. Motivasi yang tinggi membatasi
fleksibilitas.
2. Kepercayaan
dan sikap yang salah. Asumsi yang salah dapat menyesatkan kita.
3. Kebiasaan.
Kecenderungan untuk mempertahankan pola berpikir tertentu, atau melihat masalah
hanya dari satu sisi saja, atau kepercayaan yang berlebihan dan tanpa kritis pada
pendapat otoritas, menghambat pemecahan masalah yang efisien.
4. Emosi.
Dalam menghadapi berbagai situasi, kita tanpa sadar sering terlibat secara
emosional. Emosi mewarnai cara berpikir kita.
4.5.Berpikir
Kreatif
Berpikir
kreatif harus memenuhi tiga syarat. Pertama, kreativitas melibatkan respons
atau gagasan yang baru, atau yang secara statistik sangat jarang terjadi.
Tetapi kebaruan saja tidak cukup. Syarat kedua kreativitas ialah dapat
memecahkan persoalan secara realistis. Ketiga kreativitas merupakan usaha untuk
mempertahankan insight yang orisinal, menilai dan mengembangkannya sebaik
mungkin. Guilford membedakan antara berpikir kreatif dan tak kreatif dengan
konsep berpikir konvergen dan divergen. Berpikir konvergen erat kaitannya
dengan kecerdasan; divergen, dengan kreativitas. Berpikir divergen dapat juga
diukur dengan fluency, flexibility, dan originality. George Lakoff dan Mark
Johnson menjelaskan bagaimana pemikiran kreatif ini berhasil memperluas
cakrawala pemiiran. Berpikir kreatif adalah berpikir analogis-metaforis.
Proses
Berpikir Kreatif
Para psikolog menyebutkan lima
tahap berpikir kreatif yaitu:
1. Orientasi:
masalah dirumuskan, dan aspek-aspek masalah diidentifikasikan.
2. Preparasi:
pikiran berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan dengan
masalah.
3. Inkubasi:
pikiran beristirahat sebentar, ketika berbagai pemecahan berhadapan dengan
jalan buntu. Pada tahap ini, proses pemecahan masalah berjalan terus dalam jiwa
bawah sadar kita.
4. Iluminasi:
masa inkubasi berakhir ketika pemikir memperoleh semacam ilham, serangkaian insight yang memecahkan masalah. Ini
menimbulkan Aha Erlebnis.
5. Verifikasi:
tahap terakhir untuk menguji dan secara kritis menilai pemecahan masalah yang
diajukan pada tahap keempat.
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Berpikir Kreatif
Berpikir
kreatif tumbuh subur bila ditunjang oleh faktor personal dan situasional. Ada
beberapa faktor yang secara umum menandai orang-orang kreatif:
1. Kemampuan
kognitif: termasuk di sini kecerdasan di atas rata-rata, kemampuan melahirkan
gagasan-gagasan baru yang berlainan, dan fleksibilitas kognitif.
2. Sikap
yang terbuka: orang kreatif mempersiapkan dirinya menerima stimuli internal dan
eksternal; ia memiliki minat yang beragam dan luas.
3. Sikap
yang bebas, otonom, dan percaya pada diri sendiri. Orang kreatif tidak suka
‘digiring’; ingin menyampaikan dirinya semau dan semampunya; ia tidak terikat
pada konvensi-konvensi sosial.
Selain
faktor-faktor lingkungan psikososial, beberapa peneliti menunjukkan juga adanya
faktor-faktor situasional lainnya. Maltzman (1960) menunjukkan faktor peneguhan
dari lingkungan; Dutton (1970) menyebut, antara lain, tersedianya hal-hal
istimewa bagi manusia kreatif; dan Silvano Arieti menekankan faktor isolasi
dalam menumbuhkan kreativitas.
Daftar
Pustaka
Rakhmat,
Djalaluddin. 2011. Psikologi Komunikasi.
PT Remaja Rosdakarya: Bandung.
0 komentar:
Posting Komentar