Oleh
Riyan Ikhramullah
Globalisasi merupakan suatu kondisi dimana
dunia seakan – akan bebas tanpa batas terutama dalam hal arus informasi dan komunikasi.
Globalisasi telah membuat dunia bagaikan sebuah desa besar (the big village) yang berpenduduk orang – orang di seluruh dunia. Apalagi
didukung dengan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat canggih, sehingga
seseorang dapat dengan mudah berinteraksi dengan orang - orang di belahan dunia
lain dengan tidak menghiraukan batas – batas kenegaraan dan tidak perlu
beranjak dari tempat duduk. Di satu sisi globalisasi telah membawa angin segar
bagi kita yaitu kita dapat dengan mudah mengakses informasi – informasi dari
seluruh dunia. Namun di sisi lain, dengan adanya globalisasi persaingan -
persaingan baik dalam bidang politik, ekonomi,
maupun militer menjadi sangat ketat. Hal itu dikarenakan para pesaing
bukan hanya berasal dari satu negara, melainkan negara – negara lain pun turut
andil dalam persaingan global dan mereka dapat dengan mudah mengetahui kondisi
negara kita melalui informasi yang disiarkan melalui media. Melihat kondisi
seperti ini, maka kebutuhan akan informasi menjadi sesuatu yang sangat penting
dan menjadi modal dalam menghadapi persaingan di era globalisasi ini.
Seiring dengan perkembangan teknologi,
akses informasi menjadi lebih mudah. Hanya dengan menekan tombol televisi, kita
dapat mengetahui informasi di seluruh penjuru dunia. Sebelum munculnya
teknologi digital seperti televisi ataupun internet, proses penyampaian dan
akses informasi dilakukan secara konvensional yaitu melalui oral communication. Namun kini proses
penyampaian informasi dilakukan secara modern yaitu melalui media massa. Menurut
Nurudin (2009: 3) dalam bukunya Pengantar
Komunikasi Massa mengatakan bahwa media massa merupakan produk dari
teknologi modern sebagai saluran dalam komunikasi massa. Media massa ini dapat
berupa media cetak seperti koran, majalah, tabloid dan buku serta media
elektronik seperti radio, televisi, film dan internet. Sebagai saluran dalam
komunikasi massa, media massa mempunyai beberapa fungsi yang menurut Nurudin
(2009: 25), diantaranya:
a. Informasi
Fungsi informasi merupakan fungsi paling penting
yang terdapat dalam komunikasi massa. Komponen paling penting untuk mengetahui
fungsi informasi ini adalah berita – berita yag disajikan melalui media. Fakta
– fakta yang dicari wartawan di lapangan kemudian dituangkannya dalam tulisan
juga merupakan informasi. Bahkan iklan juga dalam beberapa hal memiliki fungsi
memberikan informasi di samping fungsi – fungsi lain.
b. Hiburan
Fungsi hiburan dalam media elektronik menduduki
posisi yang paling tinggi dibandingkan dengan fungsi – fungsi yang lain. Hal
ini sangat berbeda dengan media cetak. Media cetak biasanya tidak menempatkan
hiburan pada posisi paling atas, tetapi informasi. Namun demikian, media cetak
pun harus tetap memfungsikan hiburan. Gambar – gambar berwarna yang muncul di
setiap halaman, adanya teka – teki, cerita bergambar (cergam) menjadi beberapa
ciri bahwa media cetak juga memberika layanan hiburan.
c. Persuasi
Fungsi persuasi dalam komunikasi massa tidak kalah
pentingnya denga fungsi informasi dan hiburan. Banyak bentuk tulisan yang kalau
diperhatikan sekilas hanya berupa informasi, tetapi jika diperhatikan secara
lebih jeli ternyata terdapat fungsi persuasi. Tulisan pada tajuk rencana,
artikel dan surat pembaca merupakan contoh tulisan persuasif.
d. Transmisi
budaya
Transmisi budaya merupakan salah satu fungsi media
massa yang paling luas, meskipun paling sedikit dibicarakan. Transmisi budaya
tidak dapat dielakan selalu hadir dalam berbagai bentuk komunikasi yang
mempunyai dampak pada penerimaan individu.
e. Mendorong
kohesi sosial
Kohesi yang dimaksud di sini adalah penyatuan.
Artinya, media massa mendorong masyarakat untuk bersatu. Dengan kata lain,
media massa merangsang masyarakat untuk memikirkan bahwa bercerai – berai bukan
keadaan yang baik bagi kehidupan mereka. Media massa yang memberitakan arti
pentingnya kerukunan hidup umat beragama, sama saja media massa itu mendorong
kohesi sosial.
f. Pengawasan
Bagi Lasswell, komunikasi massa mempunyai fungsi
pengawasan. Artinya, menunjuk pada pengumpulan dan penyebaran informasi
mengenai kejadian – kejadian yang ada di sekitar kita. Fungsi pengawasan bisa
dibagi dua yaitu warning or beware
surveillance atau pengawasan peringatan dan instrumental surveillance atau pengawasan instrumental.
g. Korelasi
Fungsi korelasi yang dimaksud adalah fungsi yang
menghubungkan bagian – bagian dari masyarakat agar sesuai dengan lingkungannya.
Erat kaitannya dengan fungsi ini adalah peran media massa sebagai penghubungan
atara berbagai komponen masyarakat. sebuah berita yang disajikan oleh seorang
reporter akan menghubungkan antara narasumber dengan pembaca surat kabar.
h. Pewarisan
sosial
Dalam hal ini media massa berfungsi sebagai seorang
pendidik, baik yang menyangkut pendidikan formal maunpun yang mencoba
meneruskan atau mewariskan suatu ilmu pengetahuan, nilai, norma, pranata dan
etika dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
Kemudahan
akses informasi bukan hanya membutuhkan kecanggihan media massa sebagai alat
penyampai pesan. Tetapi harus diiringi dengan kebebasan berbicara dan kebebasan
menyampaikan pendapat di muka umum. Hal ini sesuai dengan prinsip demokrasi
yang banyak dianut oleh negara – negar di dunia termasuk Indonesia. Secara
etimologi, istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu dari demos yang artinya rakyat dan cratos atau cratein yang artinya pemerintahan atau kekuasaan, sehingga istilah demokrasi
dapat diartikan pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat. Berkaitan
dengan hal itu, Indonesia sebagai negara yang demokratis dan menjunjung tinggi
hak asasi manusia, telah mengaturnya di dalam Undang – Undang Dasar 1945 pasal
28F yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak
untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang ada”.
Kebebasan
berbicara dan menyampaikan pendapat dapat diwujudkan melalui berbagai cara.
Salah satunya adalah kebebasan pers sebagai bagian dari proses komunikasi
massa. Kebebasan pers merupakan hak yang diberikan
oleh konstitusional atau perlindungan hukum yang berkaitan dengan media dan
bahan – bahan yang dipublikasikan seperti pencetakan dan penerbitkan surat
kabar, majalah, buku, penyiaran telvevisi dan radio atau dalam material lainnya
tanpa adanya tekanan dari pemerintah. Kebebasan pers juga dapat diartikan
sebagai bentuk kebebasan yang diberikan kepada praktisi pers dalam
mengumpulkan, menulis dan menginformasikan peristiwa, kebijakan, pendapat
maupun inovasi kepada khalayak. Hal tersebut dapat menjadi peluang bagi para
praktisi media, namun tidak menutup kemungkinan masayarakat umum pun dapat
turut andil dalam memanfaatkan kebebasan pers dengan menyuarakan pendapat,
aspirasi, kritik maupun saran melalui media massa. Kecanggihan teknologi dan
kebebasan pers merupakan modal untuk memudahkan akses informasi. Jika keduanya sudah
diperoleh, maka tidak ada hambatan bagi kita dalam mengakses informasi melalui
media massa.
Di
eran modern ini, media massa sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
kehidupan masyarakat. Tanpa kita sadari tiada hari tanpa bersentuhan dengan
media. Hal tersebut dapat dimaklumi karena menurut Nurudin (2009: 4) salah satu
ciri masyarakat modern yaitu
adanya
ketergantungan terhadap media massa. Bahkan kebanyakan orang menetapkan apa
yang baik dan tidak baik itu berdasarkan informasi dari media massa. Kita tidak
akan bisa mengamati realitas dunia ini hanya dengan mata dan telinga saja.
Bahkan kita tidak akan bisa berpartisipasi dalam kehidupan kita ini tanpa
bantuan media massa.
Dengan
demikian tidak ada alasan bagi kita untuk tidak bersentuhan dengan media. Namun
yang perlu diperhatikan, sebagai konsumen media kita boleh langsung menelan
mentah – mentah informasi yang ada di media massa. Kita harus menjadi konsumen
yang cerdas dan kritis. Semua informasi yang diterima harus terlebih dulu
disaring dan diinterpretasikan dengan baik agar tidak menimbulkan dampak yang
negatif. Atau dengan kata lain kita harus melek media (media literacy), tetapi bukan
di taraf yang rendah yaitu hanya mengkonsumsi media tanpa menganalisa dan
mengevaluasi pesan yang diterima.
Berkaitan dengan definisi literasi
media atau melek media, salah seorang ahli bernama Rubin (dalam Baran, 2002: 51)
mengatakan bahwa literasi media atau melek media adalah memahami sumber – sumber dan teknologi
komunikasi, kode-kode yang digunakan, pesan yang dihasilkan, dan pemilihan,
interpretasi, dan dampak dari pesan – pesan. Melek media jug dapat didefinisikan
sebagai kemampuan untuk secara efektif dan efisien memahami dan
memanfaatkan konten media massa. Melek media merupakan keterampilan yang bisa dimiliki oleh
semua orang dan dapat ditingkatkan atau dikembangkan.
Kemampuan melek
media menjadi hal yang penting di era kebebasan pers. Hal tersebut dikarenakan
kebebasan pers yang berkembang saat ini bersifat liberal yang hanya
mengutamakan profit tanpa memperdulikan dampak sosial bagi masyarakat, sehingga
diperlukan kemampuan untuk menyaring konten – konten yang akan menimbulkan
dampak negatif. Sebagai khalayak yang selalu berinteraksi dengan media, kita harus
sadar akan pentingnya melek media. Adapun seseorang dapat dikatakan memiliki
kemampuan literasi media apabila memiliki ciri – ciri diantaranya ia dapat
dengan baik menerima informasi di media massa, menyadari bahwa ia tidak bisa
lepas dari media dan ia sadar bahwa media mempengaruhi hidupnya, mampu
menafsirkan pesan media secara efektif, selalu mengikuti perkembangan isu – isu
di media dan menyertakan peran media dalam proses pengambilan keputusan.
Sebagai
sebuah keterampilan, melek media mempunyai karakteristik tententu. Menurut
Sekolah Seni Media Silverblatt (dalam Baran, 2002: 50-53) mengidentifikasi lima
unsur mendasar. Adapun karakteristik melek media yang pertama yaitu adanya kesadaran
akan dampak media. Media massa dapat merubah dunia dengan dampak dari konten
yang diberikan kepada khalayak. Jika kita mengabaikan dampak media, kita akan
terbawa ke arah perubahan yang dikonstruksi oleh media. Karakteristik yang kedua,
yaitu adanya pemahaman tentang proses komunikasi massa. Jika kita mengetahui komponen-komponen dari proses
komunikasi massa dan bagaimana mereka berhubungan satu sama lain, kita dapat
membentuk ekspektasi tentang bagaimana mereka bisa melayani kita. Karakteristik
selanjutnya adalah strategi untuk menganalisis dan mendiskusikan pesan media. Untuk mengkonsumsi pesan media kita
perlu landasan yang menjadi dasar pemikiran dan refleksi. Misalnya, memahami
maksud dan dampak dari konvensi film dan video seperti sudut kamera dan
pencahayaan, atau strategi penempatan foto pada halaman surat kabar.
Karakteristik
yang keempat yaitu pemahaman tentang konten media sebagai teks yang memberikan
wawasan tentang budaya kita dan kehidupan kita. Bagaimana kita tahu budaya dan
orang-orangnya, sikap, nilai-nilai, keprihatinan, dan mitos? kita tahu mereka
melalui komunikasi. Untuk budaya modern seperti kita, pesan media semakin
mendominasi komunikasi, membentuk pemahaman kita dan wawasan budaya kita.
Kemudian karakteristik yang terakhir yaitu kemampuan untuk menikmati, memahami,
dan menghargai isi media. Belajar untuk menikmati, memahami, dan menghargai isi
media mencakup kemampuan untuk menggunakan beberapa poin untuk akses ke konten
media serta menggunakan pendekatan media dari berbagai arah dan berbagai
tingkatan makna. Dengan demikian, kita mengontrol makna untuk membuat
kesenangan atau penghargaan diri kita sendiri.
Pada dasarnya tujuan
dari melek media sebenarnya untuk memberikan kontrol terhadap penafsiran pesan
media. Pesan yang disampaikan oleh media kebanyakan bersifat bias, sehingga
memerlukan alat filter untuk mencegah kesalahan dalam penafsiran. Sebagai suatu
kemampuan, melek media dapat dimiliki oleh semua orang dan dapat dikembangkan.
Untuk dapat mencapai tahap analisis pesan, kita harus mencapai tingkat
kematangan emosional dan intelektual.
Seperti yang ditelah diungkapkan
sebelumnya bahwa melek media merupakan suatu kemampuan yang dapat dikembangkan.
Untuk mengembangkan kemampuan melek media harus memiliki keterampilan –
keterampilan khusus. Keterampilan tersebut seperti yang ditulis Stanley J Baran
(2002: 51 - 54) dalam bukunya
Introduction to Mass Communication: Media Literacy and Culture yaitu:
1. Kemampuan
dan kemauan untuk melakukan upaya untuk memahami konten, memperhatikan, dan
untuk menyaring “gangguan”. Yang dimaksud noise disini adalah segala sesuatu
yang mengganggu komunikasi.
2. Memahami
dan menghargai kekuatan pesan media. Media massa telah ada selama lebih dari
setengah abad. Hampir semua orang bisa menikmatinya. Konten yang media berikan
bersifat gratis atau relatif murah. Sebagian besar konten yang media sajikan
itu dangkal dan sedikit konyol, sehingga sering kali kita mengabaikan konten
media. Sehingga orang menilai konten media tersebut tidak pantas untuk
dijadikan sebagai perhatian serius atau terlalu sederhana untuk memiliki
pengaruh apapun.
3. Kemampuan
untuk membedakan reaksi emosional dengan reaksi yang beralasan ketika
menanggapi dan bertindak terhadap konten media. Konten media sering dirancang
untuk menyentuh kita pada tingkatan emosional. Kita menikmati sebuah lagu atau
acara film atau televisi dengan cara membiarkan emosional diri kita terbawa
oleh lagu atau acara televisi atau film film tersebut, inilah yang sering kita
lakukan ketika mengkonsumsi konten media. Tapi karena kita bereaksi secara
emosional terhadap pesan-pesan tidak berarti mereka tidak memiliki makna dan
implikasi yang serius bagi kehidupan kita.
4. Pengembangan
ekspektasi yang tinggi terhadap konten media. Kita semua menggunakan media
untuk menghilangkan kejenuhan dan mengisi waktu luang. Ketika kita memutuskan untuk menonton
televisi, kita lebih cenderung untuk mengganti chanel dengan menekan tombol
“flip” sampai kita menemukan tayangan yang. Ketika kita berada di toko video,
kita sering puas karena "itu hanya sewa." Ketika harapan kita sedikit
terhadap konten media, kita cenderung untuk memberi makna dan membuat sedikit
usaha dan perhatian.
5. Pengetahuan
tentang konvensi genre dan kemampuan untuk mengenali ketika mereka dikolaborasikan.
Genre merujuk pada kategori ekspresi dalam media yang berbeda, seperti ",
berita malam dokumenter, film horor, atau majalah entertaiment." Setiap
genre ditandai oleh beberapa ciri khas unsur-unsur gaya dari genre tersebut. Pengetahuan
konvensi ini sangat penting karena mengarahkan pembuatan makna kita terhadap
konten media. Sebagai contoh, kita tahu untuk menerima rincian dalam sebuah
film dokumenter tentang tenggelamnya kapal Titanic sebagai lebih kredibel
daripada yang ditemukan dalam sebuah film Hollywood tentang bencana tersebut.
6. Kemampuan
untuk berpikir kritis tentang pesan media, tidak peduli seberapa kredibel sumbernya.
Kemampuan ini merupakan syarat penting khususnya di negara demokrasi di mana
orang-orang mengatur konten media karena media sangat penting untuk proses
pemerintahan. Inilah sebabnya mengapa media massa kadang-kadang disebut sebagai
cabang keempat pemerintah, melengkapi cabang eksekutif, yudikatif, dan
legislatif. Ini berarti, bagaimanapun, bahwa kita harus percaya segala sesuatu
yang mereka melaporkan. Tetapi seringkali sulit untuk tiba pada keseimbangan
yang tepat antara ingin percaya dan menerima apa yang kita lihat dan dengar
tanpa bertanya, apalagi bila kita sering untuk menangguhkan rasa percaya dan
didorong oleh media sendiri untuk melihat konten mereka sebagai sesuatu yang
nyata dan kredibel.
7. Pengetahuan
tentang bahasa internal berbagai media dan kemampuan untuk memahami pengaruh.
Sama seperti setiap genre media yang memiliki gaya tersendiri, setiap media
juga memiliki bahasa internalnya sendiri yang spesifik. Bahasa ini dinyatakan dalam
nilai produksi, pilihan pencahayaan, editing, efek khusus, musik, sudut
pengambilan gambar, lokasi pada halaman, dan ukuran dan penempatan judul. Untuk
dapat membaca teks media, Anda harus memahami bahasanya.
Dari uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan melek media (media literacy) merupakan kemampuan untuk secara efektif dan
efisien memahami, memanfaatkan dan menginterpretasi konten media. Melek media bertujuan untuk memberikan kontrol terhadap
penafsiran pesan media. Pesan yang disampaikan oleh media kebanyakan bersifat
bias, sehingga memerlukan alat filter untuk mencegah kesalahan dalam
penafsiran. Kemampuan melek media dapat dimiliki oleh semua orang dan dapat
dikembangkan melalui langkah – langkah tertentu. Adapun langkah – langkah yang dapat
dilakukan diantaranya harus ada kemampuan dan kemauan
untuk melakukan upaya untuk memahami konten, memperhatikan, dan untuk menyaring
gangguan, memahami dan mengakui kekuatan pesan media dan adanya kemampuan untuk
membedakan reaksi emosional dengan reaksi yang beralasan ketika menanggapi dan
bertindak terhadap konten media.
Daftar
Pustaka
Baran, J. Stanley. 2002. Introduction to Mass Communication: Media Literacy and Culture.
McGraw-hill Companies: Boston.
Nurudin.
2007. Pengantar Komunikasi Massa.
Rajawali Pers: Jakarta