A.
Pengertian
Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal
dari kata latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini
maksudnya adalah sama makna. Komunikasi adalah proses pernyataan antarmanusia,
dan yang dinyatakannya itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang
lain dengan menggunakan bahasa sebagai penyalurnya. Dalam arti kata bahwa
komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang
terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan komunikasi tidak hanya informatif,
yakni agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif, yaitu agar
orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu
perbuatan atau kegiatan (Effendi, 1995).
Sementara untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan
secara efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang
dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function
of Communication in Society. Paradigma Laswell menunjukkan bahwa komunikasi
meliputi lima unsur yakni: Komunikator, Pesan, Media, Komunikan, dan Efek.
Jadi, menurut Lasswell dalam Onong Uchjana Effendy (1995) bahwa komunikasi
adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media
yang menimbulkan efek tertentu.
Dengan demikian komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai
suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan. Jika
tidak terjadi kesamaan makna antara komunikator dan komunikan, dengan kata lain
jika komunikan tidak mengerti pesan yang tidak diterimanya, maka komunikasi tidak
terjadi. Dalam rumusan lain, situasi tidak komunikatif menurut Fisher dalam
Anwar Arifin (1995), menyatakan bahwa tidak ada persoalan sosial dari waktu
yang tidak melibatkan komunikasi.
B.
Konsep
Pemberdayaan Masyarakat
a.
Pengertian
Pemberdayaan Masyarakat
Kegiatan pengembangan masyarakat merupakan kegiatan
yang bertujuan untuk mengembangkan suatu kelompok tertentu di suatu daerah.
Pengembangan masyarakat tersebut biasa dikenal dengan istilah pemberdayaan (empowerment)
masyarakat. Ada beberapa definisi mengenai konsep pemberdayaan. Menurut Ife
(dalam Martono, 2011) mendefinisikan konsep pemberdayaan masyarakat sebagai
proses menyiapkan masyarakat dengan berbagai sumber daya, kesempatan,
pengetahuan, dan keahlian untuk meningkatkan kapasitas diri masyarakat di dalam
menentukan masa depan mereka, serta berpartisipasi dan memengaruhi kehidupan
dalam komunitas masyarakat itu sendiri. Sedangkan Kartasasmita (1995),
mengemukakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan
harkat dan martabat lapisan masyarakat untuk melepaskan diri dari perangkap
kemiskinan dan keterbelakangan. Intinya bahwa pemberdayaan masyarakat bertujuan
untuk melahirkan masyarakat yang mandiri dengan menciptakan kondisi yang
memungkinkan potensi masyarakat dapat berkembang. Setiap daerah memiliki
potensi yang apabila dimanfaatkan dengan baik akan membantu meningkatkan
kualitas hidup mereka dan melepaskan diri dari keterbelakangan dan
ketergantungan. Masyarakat memiliki peranan penting dalam upaya pemberdayaan
masyarakat tersebut, karena masyarakat merupakan subyek dari pemberdayaan. Jadi
pemberdayaan masyarakat tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah.
Pemberdayaan sebagai proses mengembangkan,
memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan
bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan
(Sutoro, 2002). Konsep pemberdayaan (masyarakat desa) dapat dipahami juga
dengan dua cara pandang. Pertama, pemberdayaan dimaknai dalam konteks
menempatkan posisi berdiri masyarakat. Posisi masyarakat bukan hanya obyek
penerima manfaat (beneficiaries) yang
tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah, melainkan dalam
posisi sebagai subyek (agen atau partisipan yang bertindak) yang berbuat secara
mandiri. Berbuat secara mandiri bukan berarti lepas dari tanggungjawab negara.
Pemberian layanan publik (kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan
seterusnya) kepada masyarakat tentu merupakan tugas (kewajiban) negara secara
given. Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan
kapasitas mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol lingkungan dan sumberdayanya
sendiri, menyelesaikan masalah secara mandiri, dan ikut menentukan proses
politik di ranah negara. Masyarakat ikut berpartisipasi dalam proses
pembangunan dan pemerintahan (Sutoro, 2002).
b.
Tujuan
Pemberdayaan Masyarakat
Adapun tujuan pemberdayaan masyarakat
adalah memampukan dan memandirikan masyarakat terutama dari kemiskinan dan
keterbelakangan, kesenjangan, ketidakberdayaan. Kemiskinan dapat dilihat dari
indikator pemenuhan kebutuhan dasar yang belum mencukupi atau layak. Kebutuhan
dasar itu, mencakup pangan, pakaian, papan, kesehatan, pendidikan, dan
transportasi. Sedangkan keterbelakangan, misalnya produktivitas yang rendah,
sumberdaya manusia yang lemah, terbatasnya akses pada tanah padahal
ketergantungan pada sektor pertanian masih sangat kuat, melemahnya pasar-pasar
lokal/tradisional karena dipergunakan untuk memasok kebutuhan perdagangan
internasional. Dengan perkataan lain masalah keterbelakangan menyangkut
struktural (kebijakan) dan kultural (Sunyoto, 2004).
c.
Fase
Pemberdayaan Masyarakat
Upaya
pemberdayaan masyarakat memang harus dilakukan secara bertahap. Proses
pemberdayaan tersebut bisa dilakukan melalui tiga fase, yaitu:
a. Fase
Inisiasi, bahwa semua proses pemberdayaan berasal dari pemerintah dan
masyarakat hanya melaksanakan apa yang direncanakan dan diinginkan oleh
pemerintah dan tetap tergantung oleh pemerintah.
b. Fase
Partisipatoris, bahwa proses pemberdayaan berasal dari pemerintah bersama
masyarakat, oleh pemerintah dan masyarakat, dan diperuntukkan bagi rakyat.
c. Fase
Emansipatoris, proses pemberdayaan berasal dari rakyat dan untuk rakyat dengan
didukung oleh pemerintah bersama masyarakat (Pranaka dan Prijono, 1996).
C.
Komunikasi
Pemberdayaan Masyarakat
a.
Pengertian
Komunikasi Pemberdayaan Masyarakat
Komunikasi pemberdayaan masyarakat merupakan suatu
proses komunikasi yang bertujuan menumbuhkan motivasi dan memberikan kesempatan
pada masyarakat dengan jalan membuka saluran - saluran komunikasi sehingga
masyarakat dapat memperoleh kehidupan yang lebih baik melalui pemanfaatan dan
peningkatan kemampuan yang mereka miliki dan sekaligus menempatkan mereka
sebagai stakeholder aktif. Dalam
proses komunikasi tersebut perlu dilakukan pendekatan pemberdayaan masyarakat
agar proses dan tujuan komunikasi yang direncanakan dapat tercapai, seperti
pengembangan akses teknologi dan pengembangan solidaritas antar masyarakat atau
stakeholder didalamnya.
b.
Fungsi
Komunikasi dalam Pemberdayaan Masyarakat
Adapun fungsi komunikasi dalam pemberdayaan
masyarakat yaitu sebagau media transfer informasi dari masyarakat kepada
masyarakat, dari masyarakat kepada agen luar, dan dari agen luar kepada
masyarakat dalam upaya memberikan kesempatan kpd masyarakat utk dapat
mengontrol diri dan lingkungannya.
c.
Strategi
Komunikasi dalam Pemberdayaan Masyarakat
Strategi komunikasi mendapat perhatian yang besar dalam upaya pemberdayaan
masyarakat. Strategi adalah cara atau taktik untuk mencapai tujuan atau suatu
perencanaan dan manajemen untuk mencapai tujuan, termasuk taktik
operasionalnya. Secara sederhana, strategi komunikasi dapat dirumuskan dengan
mengkaji secara mendalam teori Lasswell yang mencakup: Who? Says what? ln
which channel? To whom? With what effect? Untuk berkomunikasi secara tepat
sesuai dengan media yang ada, dapat digunakan komunikasi tatap muka dan
komunikasi dengan media. Komunikasi tatap muka berperan dalam mengubah tingkah
laku, dan komunikasi bermedia untuk komunikasi informatif (Muhammad 2004).
Prinsip partisipasi dalam komunikasi pemberdayaan masyarakat bukan sebatas
proses sekedar hadir, memberikan pendapat atau hanya berdasarkan persepsi
pemerintah atau penyuluh sendiri. Sangat rasional, jika masyarakat belum
mau terlibat dalam berbagai program pemberdayaan masyarakat khususnya kegiatan
penyuluhan karena sejak awal masyarakat tidak terlibat dalam menentukan
kegiatan yang diprogramkan. Terkait dengan hal ini, proses aksi sosial dan
proses pengambilan keputusan dalam model adopsi inovasi Rogers (1994) dapat
dimodifikasi. Proses aksi sosial meliputi lima tahap: (1) stimulasi minat (stimulation of interest) yaitu inisiatif
dalam komunitas mulai berkembang pada tahap awal dalam ide baru dan praktek;
(2) inisiasi (initiation) yaitu
kelompok yang besar mempertimbangkan ide baru atau praktek dan alternatif dalam
implementasi; (3) legitimitasi (legitimation)
merupakan tahap saat pimpinan komunitas memutuskan akan meneruskan tindakan
atau tidak; (4) keputusan bertindak adalah rencana spesifik tindakan mulai
dibangun; dan (5) aksi yaitu penerapan rencana (Donnermeyer et al.
1997). Model adopsi inovasi Rogers meliputi lima tahap: (1) pengetahuan
(knowledge) seseorang menjadi sadar akan adanya ide atau cara baru; (2)
persuasi (persuasion) yaitu individu mulai mengembangkan sikap suka atau tidak
suka terhadap ide tersebut, (3) keputusan (decision) adalah individu membuat
keputusan awal untuk mengadopsi atau tidak ide tersebut; (4) implementasi
(implementation) adalah individu mencoba ide atau cara baru tersebut
untuk pertama kali; dan (5) konfirmasi (confirmation) adalah individu
memutuskan menerapkan ide atau cara baru secara berulang dan dapat disertai
modifikasi. Strategi komunikasi pembangunan untuk hendaknya spesifik
lokasi, dengan mempertimbangkan hal-hal berikut: (i) Program pembangunan perlu
menjaga keseimbangan antara pembangunan fisik dan non fisik, tidak hanya
mengejar pertumbuhan, tetapi harus menanamkan modal manusia untuk masa depan;
(ii) Pesan-pesan dalam komunikasi pembangunan tersebut ditentukan berdasarkan
kebutuhan masyarakat nelayan dan ditransformasikan kepada masyarakat melalui
metode-metode yang relevan dengan situasi dan kondisi setempat, (iii)
Diperlukan perencanaan yang matang dalam rancang bangun strategi komunikasi
pembangunan, melibatkan peran serta masyarakat dan stakeholders
terkait dalam proses perencanaan, pelaksanaan, evaluasi hingga tindak lanjut
dan (iv) Sinkronisasi dan koordinasi antar stakeholders terkait
dengan masyarakat dapat menjamin keberlanjutan program pembangunan dan
mendorong terwujudnya struktur sosio-ekonomi masyarakat lokal yang kuat.
D.
Partisipasi
Elemen Penting Pemberdayaan Masyarakat
a.
Pengertian
Partisipasi
Sebagaimana diketahui, pembangunan pada dasarnya
merupakan proses perubahan, dan salah satu bentuk perubahan yang diharapkan
adalah perubahan sikap dan perilaku. Partisipasi yang semakin meningkat baik secara
kualitatif maupun kuantitatif merupakan salah satu perwujudan dari perubahan
sikap dan perilaku tersebut. Dalam hal ini aktivitas lokal merupakan media dan
sarana bagi masyarakat dalam melaksanakan partisipasinya.
Berbicara tentang partisipasi masyarakat dalam
pembangunan, orang akan menemukan rumusan pengertian yang cukup bervariasi,
sejalan dengan luasnya lingkup penggunaan konsep tersebut dalam wacana pembangunan.
Mikkelsen (dalam Sutami, 2009) misalnya menginventarisasi adanya enam tafsiran
yang berbeda tentang partisipasi yaitu:
1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari
masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan;
2. Partisipasi adalah “pemekaan” (membuat peka)
pihak masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk
menanggapi proyek-proyek pembangunan;
3. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh
masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri;
4. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif,
yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil
inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu;
5. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara
masyarakat setempat dengan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan,
monitoring proyek, agar supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan
dampak-dampak sosial;
6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat
dalam pembangunan diri, kehidupan, dan lingkungan mereka.
Apabila mencermati pola pikir yang digunakan dalam
menginventarisasi cara partsipasi tersebut, maka dapat dipahami bahwa
partisipasi dalam perencanaan lebih dimaksudkan dalam rangka memperoleh masukan
tentang kondisi dan permasalahn yang ada dalam masyarakat setempat. Masukan
tersebut dapat diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari masyarakat
dan merupakan hal yang dianggap penting bagi perumasan perencanaan terlepas
dari apakah yang merumuskan perencanaan tersebut masyarakat sendiri atau bukan.
Memperhatikan beberapa pengertian partsipasi dan
cara untuk mewujudkannya seperti yang sudah diuraikan tadi, tampak bahwa
kriteria utama yang digunakan untuk menentukan adanya partisipasi masyarakat
adalah adanya keterlibatan tanpa harus mempersoalkan faktor yang
melatarbelakangi dan mendorong keterlibatan tersebut. Dengan demikian, apabila
latarbelakang yang mendorong keterlibatan dimasukkan sebagai kriteria, maka
variasi pengertian partisipasi tadi akan lebih mengerucut. Beberapa pihak
mencoba merumuskan pengertian partisipasi dengan memasukkan kedua kriteria
tersebut. Dengan menggunakan kedua kriteria tersebut partisipasi diartikan
sebagai keterlibatan masyarakat dalam suatu proses pembangunan yang didorong
oleh determinasi dan kesadarannnya tentang arti keterlibatannnya tersebut.
Apabila yang muncul hanya unsur keterlibatan dan tidak di dorong oleh
determinasi dan kesadaran, hal tersebut tidak masuk dalam kategori partisipasi
melainkan lebih tepat disebut sebagai mobilisasi. Oleh sebab itu, partisipasi
masyarakat yang dimaksudkan adalah partisipasi dalam keseluruhan proses
pembangunan mulai dari pengambilan keputusan dalam identifikasi masalah dan
kebutuhan, perencanaan program, serta dalam evaluasi dan menikmati hasil.
Dengan partisipasi masyarakat dalam berbagai
tindakan bersama melalui aktivitas lokal telah terjadi proses belajar sosial
yang kemudian dapat meningkatkan kapasitas masyarakat untuk berpartisipasi
secara lebih baik dalam tindakan bersama dan aktifitas lokal berikutnya. Dari
sudut pandang yang lain, partisipasi masyarakat dalam pembangunan juga dapat
berkedudukan sebagai input sekaligus output. Partisipasi masyarakat menjadi
salah satu faktor pendukung keberhasilan pembangunan, dilain pihak juga dapat
dikatakan bahwa pembangunan berhasil kalau dapat meningkatkan kapasitas
masyarakat, termasuk dalam berpartisipasi. Peningkatan kapasitas masyarakat
untuk berpartisipasi secara lebih baik sebagai salah satu tolak ukur
keberhasilan pembangunan juga merupakan pencerminan, bahwa dalam pembangunan
masyarakat lebih memberikan fokus perhatian pada aspek manusia dan
masyarakatnya bukan semata-mata pada fisik materiil.
b.
Tujuan
Pendekatan Partisipatif
Tujuan dari pendekatan partisipatif adalah adanya
perubahan sosial, dimana masyarakat mampu menentukan yang terbaik bagi dirinya.
Masyarakat memberikan segenap kemampuannya, baik fisik, pemikiran dan harta
untuk kebutuhan memperkuat dan mengembangkan kapasitasnya (capacity building). Dengan demikian, pendekatan partisipatif
merupakan bagian dari penguatan civil society. Untuk mencapai
keberhasilan pembangunan, partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan
sangat diperlukan. Pembangunan dapat berjalan terus menerus tetapi hasilnya
akan sangat berbeda apabila pembangunan tersebut didukung dengan partisipasi
masyarakat. Partisipasi dalam pembangunan harus dilaksanakan sebagai bagian
penting dari pembangunan itu sendiri.
c.
Tingkatan
Partisipasi
Sebagaimana diketahui mengenai definisi dari
pemberdayaan masyarakat, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakatlah
sebagai motor utama dalam pemberdayaan itu sendiri. Bisa dikatakan bahwa
pemberdayaan masyarakat adalah dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk
masyarakat, tidak lain dan tidak bukan adalah untuk kemajuan dan kemakmuran
masyarakat itu sendiri. Masyarakat bisa dikatakan berpartisipasi bila
masyarakat tersebut terjun langsung dan melibatkan dirinya dalam berbagai proses
pembangunan dan pemberdayaan yang sedang dilaksanakan.
Oleh karena itu, partisipasi masyarakat mempunyai
peran vital dalam pemberdayaan masyarakat. Meski demikian, partisipasi
masyarakat mempunyai beberapa tingkatan yang dikategorikan atas tinggi rendahnya
tingkat partisipasi masyarakat, diantaranya adalah :
1. Manipulasi
yaitu tingkat partisipasi yang terendah dan dapat dikategorikan sebagai tidak
adanya partisipasi. Dalam tingkat ini, partisipasi difungsikan sebagai
kesempatan untuk memaksakan kehendak pihak yang lebih berkuasa.
2. Penyebarluasan
informasi dimana berbagai pelaku telah diinformasikan mengenai hak, tanggung
jawab, dan pilihan mereka, namun partisipasi dalam tingkat ini difungsikan
sebagai komunikasi satu arah dan tidak terbuka kesempatan untuk bernegosiasi
dan menyatakan pendapat.
3. Konsultasi
yaitu tingkat partisipasi yang memungkinkan adanya komunikasi dua arah dan
pelaku dapat mengekspresikan pendapat dan pandangannya, tetapi tidak ada
jaminan bahwa masukan-masukan mereka akan digunakan.
4. Membangun
kesepakatan, yaitu dimana berbagai pelaku berhubungan untuk dapat saling
memahami antara satu dengan yang lainnya, bernegosiasi dan berkompromi terhadap
bermacam hal yang paling diterima oleh semua.
5. Pengambilan
keputusan, yaitu dimana konsensus dihasilkan berdasarkan kesepakatan bersama
dan terjadi pembagian tanggung jawab antara berbagai pelaku yang terlibat.
Dalam tingkat ini, negosiasi dilakukan secara bertahap untuk memberikan
kesempatan kepada seluruh pelaku dalam menyuarakan aspirasinya.
6. Kemitraan,
yaitu suatu hubungan kerja yang sinergis diantara berbagai pelaku untuk
mewujudkan tujuan yang disepakati bersama. Ditingkat ini, para pelaku melakukan
pembagian tanggung jawab serta resiko dari konsensus yang mereka hasilkan.
Partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan pada
dasarnya merupakan suatu bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat
secara aktif dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan. Partisipasi
masayarakat dalam pemberdayaan bukanlah mobilisasi masyarakat. Partisipasi masyarakat
dalam pemberdayaan adalah kerja sama antara masyarakat dengan pemerintah dan
swasta dalam merencanakan, melaksanakan dan membiayai pemberdayaan. Dalam
pendekatan partisipasi, peran serta masyarakat tidak hanya terbatas dalam
pengertian ikut serta secara fisik, tetapi keterlibatan yang memungkinkan
mereka melaksanakan penilaian terhadap masalah dan potensi yang terdapat dalam
lingkungan sendiri, kemudian menentukan kegiatan yang mereka butuhkan.
Keterlibatan masyarakat ini adalah keterlibatan yang
mengarah pada tumbuhnya kemampuan-kemampuan mereka untuk lebih berdaya dalam
menghadapi tantangan hidup tanpa harus bergantung dengan orang lain. Ketika
masyarakat kuat, peran orang luar semakin dikurangi. Itulah sebabnya pendekatan
partisipatif disebut juga dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Tahap
paling ideal dari partisipasi masyarakat adalah tahap dimana masyarakat selain
dapat memilih dan menentukan dengan kemampuannya sendiri terhadap segala bentuk
kegiatan yang sesuai dan menentukan apa yang terbaik bagi kesejahteraan
hidupnya, masyarakat juga mampu melakukan kontrol terhadap pelaksanaannya. Pada
tahap ideal ini, kegiatan direncanakan, dilaksanakan, serta dinilai bersama
masyarakat. Dan untuk mendapatkan partisipasi yang baik diperlukan sebuah pendekatan
dan teknik-teknik partisipasi yang sesuai dengan karakter masyarakat.
Daftar Pustaka
Effendy, Onong Uchyana. 1995. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Penerbit
PT Remaja: Bandung.
Arifin, Anwar. 1995. Ilmu Komunikasi. PT Raja Grafindo
Persada: Jakarta.
Kartasasmita, Ginanjar.
1995. Pemberdayaan Masyarakat. Kumpulan Materi Community Development: Pustaka Pribadi Alizar Isna.Msi.
Martono, Nanang. 2011. Sosiologi
Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan Poskolonial.
Rajawali Press: Jakarta.
Muhammad, A. 2004. Komunikasi Organisasi. Bumi Aksara: Jakarta.
Pranaka, A.M.W., dan Onny S.
Prijono. 1996. Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan
dan Implementasi. CSIS: Jakarta.
Sunyoto, Usman. 2004. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat.
Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Sutami. 2009. Partisipasi Masyarakat Pada Pembangunan Prasarana Lingkungan Melalui
Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (Ppmk) Di Kelurahan Marunda Jakarta
Utara. Program Pascasarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota
Universitas Diponegoro: Semarang.
Sutoro, Eko. 2002. Pemberdayaan Masyarakat Desa. Materi Diklat Pemberdayaan Masyarakat
Desa, yang diselenggarakan Badan Diklat Provinsi Kaltim, Samarinda, Desember
2002.
Terima Kasih Informasi nya sangat mambantu dan mendukung pekerjaan kami di bidang pemberdayaan masyarakat..
BalasHapushttp://primakatalisindo.com/diklat-dan-bimtek-koperasi-ukm