3.04.2014

Posted by Unknown
1 comment | 3:00:00 PM

A.    Pengertian Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Komunikasi adalah proses pernyataan antarmanusia, dan yang dinyatakannya itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai penyalurnya. Dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan komunikasi tidak hanya informatif, yakni agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan (Effendi, 1995).
Sementara untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan secara efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society. Paradigma Laswell menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur yakni: Komunikator, Pesan, Media, Komunikan, dan Efek. Jadi, menurut Lasswell dalam Onong Uchjana Effendy (1995) bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.
Dengan demikian komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan. Jika tidak terjadi kesamaan makna antara komunikator dan komunikan, dengan kata lain jika komunikan tidak mengerti pesan yang tidak diterimanya, maka komunikasi tidak terjadi. Dalam rumusan lain, situasi tidak komunikatif menurut Fisher dalam Anwar Arifin (1995), menyatakan bahwa tidak ada persoalan sosial dari waktu yang tidak melibatkan komunikasi.

B.     Konsep Pemberdayaan Masyarakat
a.      Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Kegiatan pengembangan masyarakat merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan suatu kelompok tertentu di suatu daerah. Pengembangan masyarakat tersebut biasa dikenal dengan istilah pemberdayaan (empowerment) masyarakat. Ada beberapa definisi mengenai konsep pemberdayaan. Menurut Ife (dalam Martono, 2011) mendefinisikan konsep pemberdayaan masyarakat sebagai proses menyiapkan masyarakat dengan berbagai sumber daya, kesempatan, pengetahuan, dan keahlian untuk meningkatkan kapasitas diri masyarakat di dalam menentukan masa depan mereka, serta berpartisipasi dan memengaruhi kehidupan dalam komunitas masyarakat itu sendiri. Sedangkan Kartasasmita (1995), mengemukakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Intinya bahwa pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk melahirkan masyarakat yang mandiri dengan menciptakan kondisi yang memungkinkan potensi masyarakat dapat berkembang. Setiap daerah memiliki potensi yang apabila dimanfaatkan dengan baik akan membantu meningkatkan kualitas hidup mereka dan melepaskan diri dari keterbelakangan dan ketergantungan. Masyarakat memiliki peranan penting dalam upaya pemberdayaan masyarakat tersebut, karena masyarakat merupakan subyek dari pemberdayaan. Jadi pemberdayaan masyarakat tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah.
Pemberdayaan sebagai proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan (Sutoro, 2002). Konsep pemberdayaan (masyarakat desa) dapat dipahami juga dengan dua cara pandang. Pertama, pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan posisi berdiri masyarakat. Posisi masyarakat bukan hanya obyek penerima manfaat (beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah, melainkan dalam posisi sebagai subyek (agen atau partisipan yang bertindak) yang berbuat secara mandiri. Berbuat secara mandiri bukan berarti lepas dari tanggungjawab negara. Pemberian layanan publik (kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan seterusnya) kepada masyarakat tentu merupakan tugas (kewajiban) negara secara given. Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan kapasitas mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol lingkungan dan sumberdayanya sendiri, menyelesaikan masalah secara mandiri, dan ikut menentukan proses politik di ranah negara. Masyarakat ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan dan pemerintahan (Sutoro, 2002).

b.      Tujuan Pemberdayaan Masyarakat
Adapun tujuan pemberdayaan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan masyarakat terutama dari kemiskinan dan keterbelakangan, kesenjangan, ketidakberdayaan. Kemiskinan dapat dilihat dari indikator pemenuhan kebutuhan dasar yang belum mencukupi atau layak. Kebutuhan dasar itu, mencakup pangan, pakaian, papan, kesehatan, pendidikan, dan transportasi. Sedangkan keterbelakangan, misalnya produktivitas yang rendah, sumberdaya manusia yang lemah, terbatasnya akses pada tanah padahal ketergantungan pada sektor pertanian masih sangat kuat, melemahnya pasar-pasar lokal/tradisional karena dipergunakan untuk memasok kebutuhan perdagangan internasional. Dengan perkataan lain masalah keterbelakangan menyangkut struktural (kebijakan) dan kultural (Sunyoto, 2004).

c.       Fase Pemberdayaan Masyarakat
Upaya pemberdayaan masyarakat memang harus dilakukan secara bertahap. Proses pemberdayaan tersebut bisa dilakukan melalui tiga fase, yaitu:
a.       Fase Inisiasi, bahwa semua proses pemberdayaan berasal dari pemerintah dan masyarakat hanya melaksanakan apa yang direncanakan dan diinginkan oleh pemerintah dan tetap tergantung oleh pemerintah.
b.      Fase Partisipatoris, bahwa proses pemberdayaan berasal dari pemerintah bersama masyarakat, oleh pemerintah dan masyarakat, dan diperuntukkan bagi rakyat.
c.       Fase Emansipatoris, proses pemberdayaan berasal dari rakyat dan untuk rakyat dengan didukung oleh pemerintah bersama masyarakat (Pranaka dan Prijono, 1996).

C.    Komunikasi Pemberdayaan Masyarakat
a.      Pengertian Komunikasi Pemberdayaan Masyarakat
Komunikasi pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses komunikasi yang bertujuan menumbuhkan motivasi dan memberikan kesempatan pada masyarakat dengan jalan membuka saluran - saluran komunikasi sehingga masyarakat dapat memperoleh kehidupan yang lebih baik melalui pemanfaatan dan peningkatan kemampuan yang mereka miliki dan sekaligus menempatkan mereka sebagai stakeholder aktif. Dalam proses komunikasi tersebut perlu dilakukan pendekatan pemberdayaan masyarakat agar proses dan tujuan komunikasi yang direncanakan dapat tercapai, seperti pengembangan akses teknologi dan pengembangan solidaritas antar masyarakat atau stakeholder didalamnya.

b.      Fungsi Komunikasi dalam Pemberdayaan Masyarakat
Adapun fungsi komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat yaitu sebagau media transfer informasi dari masyarakat kepada masyarakat, dari masyarakat kepada agen luar, dan dari agen luar kepada masyarakat dalam upaya memberikan kesempatan kpd masyarakat utk dapat mengontrol diri dan lingkungannya.

c.       Strategi Komunikasi dalam Pemberdayaan Masyarakat
Strategi komunikasi mendapat perhatian yang besar dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Strategi adalah cara atau taktik untuk mencapai tujuan atau suatu perencanaan dan manajemen untuk mencapai tujuan, termasuk taktik operasionalnya. Secara sederhana, strategi komunikasi dapat dirumuskan dengan mengkaji secara mendalam teori Lasswell yang mencakup: Who? Says what? ln which channel? To whom? With what effect? Untuk berkomunikasi secara tepat sesuai dengan media yang ada, dapat digunakan komunikasi tatap muka dan komunikasi dengan media. Komunikasi tatap muka berperan dalam mengubah tingkah laku, dan komunikasi bermedia untuk komunikasi informatif (Muhammad 2004).
Prinsip partisipasi dalam komunikasi pemberdayaan masyarakat bukan sebatas proses sekedar hadir, memberikan pendapat atau hanya berdasarkan persepsi pemerintah atau penyuluh sendiri. Sangat rasional, jika masyarakat belum mau terlibat dalam berbagai program pemberdayaan masyarakat khususnya kegiatan penyuluhan karena sejak awal masyarakat tidak terlibat dalam menentukan kegiatan yang diprogramkan. Terkait dengan hal ini, proses aksi sosial dan proses pengambilan keputusan dalam model adopsi inovasi Rogers (1994) dapat dimodifikasi. Proses aksi sosial meliputi lima tahap: (1) stimulasi minat (stimulation of interest) yaitu inisiatif dalam komunitas mulai berkembang pada tahap awal dalam ide baru dan praktek; (2) inisiasi (initiation) yaitu kelompok yang besar mempertimbangkan ide baru atau praktek dan alternatif dalam implementasi; (3) legitimitasi (legitimation) merupakan tahap saat pimpinan komunitas memutuskan akan meneruskan tindakan atau tidak; (4) keputusan bertindak adalah rencana spesifik tindakan mulai dibangun; dan (5) aksi yaitu penerapan rencana (Donnermeyer et al. 1997).  Model adopsi inovasi Rogers meliputi lima tahap: (1) pengetahuan (knowledge) seseorang menjadi sadar akan adanya ide atau cara baru; (2) persuasi (persuasion) yaitu individu mulai mengembangkan sikap suka atau tidak suka terhadap ide tersebut, (3) keputusan (decision) adalah individu membuat keputusan awal untuk mengadopsi atau tidak ide tersebut; (4) implementasi (implementation) adalah individu mencoba ide atau cara baru tersebut untuk pertama kali; dan (5) konfirmasi (confirmation) adalah individu memutuskan menerapkan ide atau cara baru secara berulang dan dapat disertai modifikasi.  Strategi komunikasi pembangunan untuk hendaknya spesifik lokasi, dengan mempertimbangkan hal-hal berikut: (i) Program pembangunan perlu menjaga keseimbangan antara pembangunan fisik dan non fisik, tidak hanya mengejar pertumbuhan, tetapi harus menanamkan modal manusia untuk masa depan; (ii) Pesan-pesan dalam komunikasi pembangunan tersebut ditentukan berdasarkan kebutuhan masyarakat nelayan dan ditransformasikan kepada masyarakat melalui metode-metode yang relevan dengan situasi dan kondisi setempat, (iii) Diperlukan perencanaan yang matang dalam rancang bangun strategi komunikasi pembangunan, melibatkan peran serta masyarakat  dan stakeholders terkait dalam proses perencanaan, pelaksanaan, evaluasi hingga tindak lanjut dan  (iv) Sinkronisasi dan koordinasi antar stakeholders terkait dengan masyarakat  dapat menjamin keberlanjutan program pembangunan dan mendorong terwujudnya struktur sosio-ekonomi masyarakat lokal yang kuat.

D.    Partisipasi Elemen Penting Pemberdayaan Masyarakat
a.      Pengertian Partisipasi
Sebagaimana diketahui, pembangunan pada dasarnya merupakan proses perubahan, dan salah satu bentuk perubahan yang diharapkan adalah perubahan sikap dan perilaku. Partisipasi yang semakin meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif merupakan salah satu perwujudan dari perubahan sikap dan perilaku tersebut. Dalam hal ini aktivitas lokal merupakan media dan sarana bagi masyarakat dalam melaksanakan partisipasinya.
Berbicara tentang partisipasi masyarakat dalam pembangunan, orang akan menemukan rumusan pengertian yang cukup bervariasi, sejalan dengan luasnya lingkup penggunaan konsep tersebut dalam wacana pembangunan. Mikkelsen (dalam Sutami, 2009) misalnya menginventarisasi adanya enam tafsiran yang berbeda tentang partisipasi yaitu:
1.      Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan;
2.      Partisipasi adalah “pemekaan” (membuat peka) pihak masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyek-proyek pembangunan;
3.      Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri;
4.      Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu;
5.      Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan dampak-dampak sosial;
6.      Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan, dan lingkungan mereka.
Apabila mencermati pola pikir yang digunakan dalam menginventarisasi cara partsipasi tersebut, maka dapat dipahami bahwa partisipasi dalam perencanaan lebih dimaksudkan dalam rangka memperoleh masukan tentang kondisi dan permasalahn yang ada dalam masyarakat setempat. Masukan tersebut dapat diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari masyarakat dan merupakan hal yang dianggap penting bagi perumasan perencanaan terlepas dari apakah yang merumuskan perencanaan tersebut masyarakat sendiri atau bukan.
Memperhatikan beberapa pengertian partsipasi dan cara untuk mewujudkannya seperti yang sudah diuraikan tadi, tampak bahwa kriteria utama yang digunakan untuk menentukan adanya partisipasi masyarakat adalah adanya keterlibatan tanpa harus mempersoalkan faktor yang melatarbelakangi dan mendorong keterlibatan tersebut. Dengan demikian, apabila latarbelakang yang mendorong keterlibatan dimasukkan sebagai kriteria, maka variasi pengertian partisipasi tadi akan lebih mengerucut. Beberapa pihak mencoba merumuskan pengertian partisipasi dengan memasukkan kedua kriteria tersebut. Dengan menggunakan kedua kriteria tersebut partisipasi diartikan sebagai keterlibatan masyarakat dalam suatu proses pembangunan yang didorong oleh determinasi dan kesadarannnya tentang arti keterlibatannnya tersebut. Apabila yang muncul hanya unsur keterlibatan dan tidak di dorong oleh determinasi dan kesadaran, hal tersebut tidak masuk dalam kategori partisipasi melainkan lebih tepat disebut sebagai mobilisasi. Oleh sebab itu, partisipasi masyarakat yang dimaksudkan adalah partisipasi dalam keseluruhan proses pembangunan mulai dari pengambilan keputusan dalam identifikasi masalah dan kebutuhan, perencanaan program, serta dalam evaluasi dan menikmati hasil.
Dengan partisipasi masyarakat dalam berbagai tindakan bersama melalui aktivitas lokal telah terjadi proses belajar sosial yang kemudian dapat meningkatkan kapasitas masyarakat untuk berpartisipasi secara lebih baik dalam tindakan bersama dan aktifitas lokal berikutnya. Dari sudut pandang yang lain, partisipasi masyarakat dalam pembangunan juga dapat berkedudukan sebagai input sekaligus output. Partisipasi masyarakat menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilan pembangunan, dilain pihak juga dapat dikatakan bahwa pembangunan berhasil kalau dapat meningkatkan kapasitas masyarakat, termasuk dalam berpartisipasi. Peningkatan kapasitas masyarakat untuk berpartisipasi secara lebih baik sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan pembangunan juga merupakan pencerminan, bahwa dalam pembangunan masyarakat lebih memberikan fokus perhatian pada aspek manusia dan masyarakatnya bukan semata-mata pada fisik materiil.

b.      Tujuan Pendekatan Partisipatif
Tujuan dari pendekatan partisipatif adalah adanya perubahan sosial, dimana masyarakat mampu menentukan yang terbaik bagi dirinya. Masyarakat memberikan segenap kemampuannya, baik fisik, pemikiran dan harta untuk kebutuhan memperkuat dan mengembangkan kapasitasnya (capacity building). Dengan demikian, pendekatan partisipatif merupakan bagian dari penguatan civil society. Untuk mencapai keberhasilan pembangunan, partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan sangat diperlukan. Pembangunan dapat berjalan terus menerus tetapi hasilnya akan sangat berbeda apabila pembangunan tersebut didukung dengan partisipasi masyarakat. Partisipasi dalam pembangunan harus dilaksanakan sebagai bagian penting dari pembangunan itu sendiri.

c.       Tingkatan Partisipasi
Sebagaimana diketahui mengenai definisi dari pemberdayaan masyarakat, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakatlah sebagai motor utama dalam pemberdayaan itu sendiri. Bisa dikatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat, tidak lain dan tidak bukan adalah untuk kemajuan dan kemakmuran masyarakat itu sendiri. Masyarakat bisa dikatakan berpartisipasi bila masyarakat tersebut terjun langsung dan melibatkan dirinya dalam berbagai proses pembangunan dan pemberdayaan yang sedang dilaksanakan.
Oleh karena itu, partisipasi masyarakat mempunyai peran vital dalam pemberdayaan masyarakat. Meski demikian, partisipasi masyarakat mempunyai beberapa tingkatan yang dikategorikan atas tinggi rendahnya tingkat partisipasi masyarakat, diantaranya adalah :
1.    Manipulasi yaitu tingkat partisipasi yang terendah dan dapat dikategorikan sebagai tidak adanya partisipasi. Dalam tingkat ini, partisipasi difungsikan sebagai kesempatan untuk memaksakan kehendak pihak yang lebih berkuasa.
2.    Penyebarluasan informasi dimana berbagai pelaku telah diinformasikan mengenai hak, tanggung jawab, dan pilihan mereka, namun partisipasi dalam tingkat ini difungsikan sebagai komunikasi satu arah dan tidak terbuka kesempatan untuk bernegosiasi dan menyatakan pendapat.
3.    Konsultasi yaitu tingkat partisipasi yang memungkinkan adanya komunikasi dua arah dan pelaku dapat mengekspresikan pendapat dan pandangannya, tetapi tidak ada jaminan bahwa masukan-masukan mereka akan digunakan.
4.    Membangun kesepakatan, yaitu dimana berbagai pelaku berhubungan untuk dapat saling memahami antara satu dengan yang lainnya, bernegosiasi dan berkompromi terhadap bermacam hal yang paling diterima oleh semua.
5.    Pengambilan keputusan, yaitu dimana konsensus dihasilkan berdasarkan kesepakatan bersama dan terjadi pembagian tanggung jawab antara berbagai pelaku yang terlibat. Dalam tingkat ini, negosiasi dilakukan secara bertahap untuk memberikan kesempatan kepada seluruh pelaku dalam menyuarakan aspirasinya.
6.    Kemitraan, yaitu suatu hubungan kerja yang sinergis diantara berbagai pelaku untuk mewujudkan tujuan yang disepakati bersama. Ditingkat ini, para pelaku melakukan pembagian tanggung jawab serta resiko dari konsensus yang mereka hasilkan.
Partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan pada dasarnya merupakan suatu bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan. Partisipasi masayarakat dalam pemberdayaan bukanlah mobilisasi masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan adalah kerja sama antara masyarakat dengan pemerintah dan swasta dalam merencanakan, melaksanakan dan membiayai pemberdayaan. Dalam pendekatan partisipasi, peran serta masyarakat tidak hanya terbatas dalam pengertian ikut serta secara fisik, tetapi keterlibatan yang memungkinkan mereka melaksanakan penilaian terhadap masalah dan potensi yang terdapat dalam lingkungan sendiri, kemudian menentukan kegiatan yang mereka butuhkan.
Keterlibatan masyarakat ini adalah keterlibatan yang mengarah pada tumbuhnya kemampuan-kemampuan mereka untuk lebih berdaya dalam menghadapi tantangan hidup tanpa harus bergantung dengan orang lain. Ketika masyarakat kuat, peran orang luar semakin dikurangi. Itulah sebabnya pendekatan partisipatif disebut juga dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Tahap paling ideal dari partisipasi masyarakat adalah tahap dimana masyarakat selain dapat memilih dan menentukan dengan kemampuannya sendiri terhadap segala bentuk kegiatan yang sesuai dan menentukan apa yang terbaik bagi kesejahteraan hidupnya, masyarakat juga mampu melakukan kontrol terhadap pelaksanaannya. Pada tahap ideal ini, kegiatan direncanakan, dilaksanakan, serta dinilai bersama masyarakat. Dan untuk mendapatkan partisipasi yang baik diperlukan sebuah pendekatan dan teknik-teknik partisipasi yang sesuai dengan karakter masyarakat.


Daftar Pustaka

Effendy, Onong Uchyana. 1995. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Penerbit PT Remaja: Bandung.
Arifin, Anwar. 1995. Ilmu Komunikasi. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Kartasasmita, Ginanjar. 1995. Pemberdayaan Masyarakat. Kumpulan Materi Community Development: Pustaka Pribadi Alizar Isna.Msi.
Martono, Nanang. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan Poskolonial. Rajawali Press: Jakarta.
Muhammad, A. 2004. Komunikasi Organisasi. Bumi Aksara: Jakarta.
Pranaka, A.M.W., dan Onny  S.  Prijono.  1996. Pemberdayaan:  Konsep,  Kebijakan  dan  Implementasi. CSIS: Jakarta.
Sunyoto, Usman. 2004. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Sutami. 2009. Partisipasi Masyarakat Pada Pembangunan Prasarana Lingkungan Melalui Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (Ppmk) Di Kelurahan Marunda Jakarta Utara. Program Pascasarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro: Semarang.

Sutoro, Eko. 2002. Pemberdayaan Masyarakat Desa. Materi Diklat Pemberdayaan Masyarakat Desa, yang diselenggarakan Badan Diklat Provinsi Kaltim, Samarinda, Desember 2002.

1 komentar:

  1. Terima Kasih Informasi nya sangat mambantu dan mendukung pekerjaan kami di bidang pemberdayaan masyarakat..

    http://primakatalisindo.com/diklat-dan-bimtek-koperasi-ukm

    BalasHapus